Parlemen kembali tercoreng oleh kasus korupsi. Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menerima laporan dugaan kosupsi oleh lebih dari sembilan anggota Dewan periode 1999-2004. Namun hingga saat ini, nama-nama itu masih dalam tanda tanya. Tak satupun mau ’buka mulut’.
Recall kembali mengancam lebih dari sembilan orang anggota Dewan yang dilaporkan menerima aliran dana Bank Indonesia (BI). Ancaman itu menguat setelah BK DPR menerima laporan dari Koalisi Penegak Citra DPR. Mereka adalah anggota Dewan periode 1999-2004 yang telah menikmati dana BI senilai Rp. 31,5 milyar.
Terkait kasus ini ketua DPR Agung Laksono menegaskan tidak akan toleran terhadap anggota Dewan yang mencederai nama institusi yang dipimpinnya itu. Ia tidak perduli dari partai manapun termasuk Partainya sendiri, Partai Golkar. Untuk itu, pihaknya akan menyerahkan penanganan sepenuhnya kepada BK DPR. ”Kalau anggota Dewan melanggar etika, maka sepenuhnya kami serahkan kepada BK untuk mengusutnya," katanya.
Berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan keuangan tahunan BI 2004. Menindaklanjuti laporan dari Indonesian Coruption Watch (ICW), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah melakukan pemerikasaan terhadap beberapa pejabat BI. Karena kasus korupsi melibatkan sejumlah anggota Dewan, maka kasus itu pun sampai ke tangan BK. Dokumen itu berisi catatan aliran dana senilai Rp. 31,5 yang diduga berasal dari BI untuk anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR pada tahun 2004. Dana itu diduga untuk memuluskan proses sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) perbankan, anggaran BI, dan pelayanan terhadap anggota Dewan di hotel berbintang di Jakarta.
Masih Dirahasiakan
Balum ada satupun pihak yang mau buka mulut tentang siapa saja anggota Dewan yang terlibat kasus yang kini tengah ditangani KPK dan BK itu. BK DPR pun masih merahasiakan nama-nama yang disampaikan Koalisi yang terdiri dari ICW, PORMAPPI, LBH Jakarta, Seknas FITRA. Pada Jum’at (9/11), BK kembali memanggil kembali Koalisi selaku pelapor untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Menurut Gayus, kehadiran koalisi ini mempertegas bahwa apa yang diadukan adalah fakta. Dan mereka berjanji akan segera menyampaikan nama-nama yang lebih dari jumlah yang berkembang di media selama ini yaitu sembilan orang. ”Tetapi sekali lagi, kami di BK tidak akan menyebutkan nama-nama anggota Dewan yang dilaporkan terlibat sampai kapan pun. Termasuk fraksi dan komisi masing-masing. Pada saatnya nanti pimpnan DPR lah yang akan menyampaikannya. Itupun setelah proses selesai dilakukan,” kata anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan ini.
Gayus merasa dibatasi oleh tata tertib sehingga tidak bebas untuk menyampaikan yang diterima oleh pengadu. ”Beredarnya beberapa nama di media dituduhkan kepada BK yang menyampaikan, padah tidak. Jangankan nama-nama teradu, pihak pengadu pun sebenarnya tidak boleh disampaikan. Tetapi hal ini telah terlanjur terbuka ke publik,” imbuhnya.
Tetapi, gayus memastikan bahwa nama-nama anggota Dewan itu ternyata lebih dari sembilan orang. Mereka terdiri dari anggota Dewan periode 1999-2004, baik yang menjabat lagi maupun yang telah berhenti menjadi anggota.
Oleh karena itu, BK akan mencoba memanggil pihak-pihak terkait untuk menelusuri kasus ini. Data-data yang telah disampaikan oleh koalisi akan menjadi acuan meneruskan kasus ini. Disebutkan, koalisi telah menyampaikan fakta-fakat berupa dokumentasi yang berisi berbagai bukti termasuk permintaan persetujuan pengeluaran dana. ”Dari bukti-bukti itu BK berhak memanggil, tetapi memang BK tidak bisa melakukan pemaksaan. Itu hanyalah kewajiban mereka untuk hadir ketika BK memanggilnya. Berbeda jika DPR menemukan sendri kasusnya, lalu memeriksa sendiri. Kalau mereka tidak mau datang, baru boleh dipaksa karena termasuk hak angket,” tuturnya.
Ke depan, BK akan memulai dengan menguhubungi semua pihak untuk dimintai keterangan baik kalangan pemerintah, kabinet, parpol, dan di masyarakat lainya yang terkait. Setelah semua keterangan dikumpulkan, barulah BK akan mengundang teradu untuk mendapatkan klarifikasi sekaligus pembelaan. BK akan melakukan rapat, dan memutuskan empat hal yaitu rehabilitasi, surat peringatan pemberhentian anggota untuk menjabat semua jabatan pada alat kelengkapan Dewan dan terakhir melakukan pemberhentian Dewan. BK berjanji akan memprioritaskan kasus ini untuk segera diselesaikan mengingat tengah ditunggu-tunggu dan dianggap penting oleh publik.
Hal sama dikatakan Koordinator Anti Korupsi ICW, Ibrahim Fahmi Badoh. Pelopor dalam koalisi ini pun bertahan untuk tetap ’menutup mulut’. Tak satu pun nama anggota Dewan yang keluar ketika dikonfirmasi OPINI Indonesia.
Fahmi hanya menyebutkan bahwa pihaknya dipanggil BK DPR untuk menjelaskan isi laporannya termasuk data-data yang disampaikan ke BK bersama anggota koalisi lainnya. ”Tadi BK memang meminta laporan lebih detail tentang nama-nama yang terlibat untuk memenuhi delik formil untuk ditangani BK. Kami menjanjikan untuk memberikannya dalam waktu dekat,” katanya.
Dari nama-nama itu, menurut Fahmi, BK akan melakukan verifikasi terhadap nama-nama yang menerima dana ’haram’ tersebut. Tetapi disayangkan, Fahmi sama sekali tidak mau membeberkan nama-namanya ke publik. Tetapi dari data-data yang dimilikinya, ICW dan koalisi optimis dapat dijadikan bahan bagi BK untuk memproses kasus ini. ”Kami tidak bisa memberikan nama-nama itu. Kita berikan saja BK waktu untuk melakukan verifikasi sambil menunggu proses dari KPK. Kami juga belum bisa menyebutkan jumlah mereka, sebab Koalisi belum memutuskan jumlahnya,” cetusnya. (musim)
(OPINI Indonesia/Edisi 74/...Nopember 2007)
07 Desember 2007
Dana BI Mengalir Ke Parlemen
Label: Berita dari Opini Indonesia