Pada tahun 2007 ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menghasilkan 37 Undang-Undang (UU). Meskipun demikian, kinerja legislasi tahun ini belum dianggap optimal. Bagaimana dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2008?
Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 masih mempunyai siswa waktu satu tahun menjalankan tiga fungsinya secara optimal sebelum akhirnya disibukkan dengan persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Beberapa catatan akhir tahun 2007 menunjukkan betapa besar perhatian publik terhadap kinerja parlemen dari tahun ke tahun.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat, dari 78 Prolegnas, Parlemen hanya mampu memproduk 37 UU sepanjang tahun 2007. Itu pun hanya produk rutinitas saja. Masing-masing terdiri dari UU pemekaran 14 buah, ratifikasi perjanjian internasional 5 buah, pengesahan Perpu 1 buah dan APBN 2 buah. ”Jadi yang secara substantif, UU tidak rutin hanya 15 buah saja,” kata Bivitri Susanti.
Menentukan kualitas UU hasil produk DPR ini dapat diukur dari urgensi sebuah UU. Dari ke-15 UU yang tidak rutin itu, terdapat beberapa UU yang memang perlu mendapatkan apresiasi seperti UU Penyelenggara Pemilu, UU Partai Politik dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking). Namun di sisi lain, banyak UU yang seharusnya menjadi prioritas justru ’ditanggalkan’ oleh parlemen. Bivitri menyebutkan beberapa UU seperti UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP), UU Peradilan Militer dan UU Kementerian Negara. Bahkan, yang diprioritaskan adalah UU tentang Perpustakaan yang tidak mendesak menurut situasi nasional saat ini.
Bernilai Ekonomi
Sejauh ini, DPR memprioritaskan UU yang berhubungan dengan ekonomi. Beberapa UU terkait begitu cepat diselesaikan. Sebut saja UU PP, Energi, dan UU Penanaman Modal. Secara umum, ini dipengaruhi oleh banyaknya pihak yang berkepentingan dengan UU bidang ekonomi ini. Pemerintah banyak mendorong untuk diselesaikan dengan cepat. ”Bisa jadi karena adanya dukungan dana, juga karena orientasi ekonomi pemerintah, khusunya wakil presiden. Kalau nilai ekonominya tinggi, akan banyak bantuan untuk mempercepat pembahasan,” tutur Bivitri.
Sementara di sisi lain, banyak UU yang lebih penting malah kurang diperhatikan seperti UU Pemberantasan Korupsi. Juga, UU Pemilu dan Pilpres yang pembahasannya molor terus. Selain itu, tidak maksimalnya legislasi dikarenakan anggota Dewan banyak dipengaruhi oleh isu-isu di luar. Mereka terlena dengan mainan-mainan politk seperti interpelasi, ancaman-ancaman interpleasi yang berdampak terhadap legislasi.
Sementara itu, UU selain yang berkaitan dengan ekonomi, Pemilu, hasil produk Dewan hanya berorientasi kuantitas. Akibatnya, DPR terkesan hanya ’kejar tayang’ untuk memenuhi kuantitas. ”Meskipun berbeda kepentingan dari 11 fraksi yang ada, hendaknya setiap pembahasan harus menyatukan visi sehingga UU yang dihasilkan benar-benar berkualitas, tidak hanya berorientasi jumlah saja,” katanya
Prolegnas 2008
Prolegnas biasanya dibuat bulan September dan Oktober setiap tahunnya. Dari 97 RUU dalam Prolegnas tahun 2008, ada 31 RUU yang menjadi prioritas. Dan ada sekitar 50 RUU luncuran dari 2007 ke 2008. Hal ini, menurut Bivitri, parlemen terlalu ambisius. Pihaknya pesimis DPR akan mampu menyelesaikan semuanya, apalagi dihadapkan dengan Pemilu 2009. ”Melihat hasil legislasi DPR tahun 2007, saya pesimis terhadap Prolegnas 2008 dapat tercapai secara optimal. Bagi saya, DPR terlalu ambisius,” katanya saat ditemui OPINI Indonesia di kantornya, gedung Puri Indah, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta (13/12).
Mantan ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Ida Fauziah mengakui, proses pembahasan UU seringkali berlarut-larut. Ini disebabkan karena DPR tidak memiliki frame waktu yang tegas. ”Pembahasan satu pasal saja bisa berhari-hari,” katanya.
Hal lain, menurut anggota komisi II ini, tidak adanya penyesuaian antara kemampuan pribadi dan kemampuan komisi dengan beban masing-masing. Berdasarkan aturan, semestinya satu orang anggota Dewan tidak boleh memegang lebih dari tiga Panitia Khusus (Pansus). Kenyataannya, banyak anggota Dewan yang memegang lebih dari lima Pansus. Inilah yang mempengaruhi efektifitas kinerja legislasi DPR. ”Saat ini anggota terlalu banyak beban di Pansus, karena tidak konsisten terhadap beban masing-masing. Akibatnya, sering terjadi tabrakan waktu. Seharusnya, tetap menghitung kemamuan angota dan komisi dalam membahas UU,” sebutnya.
Meskipun demikian, menurut Ida Fauziah, dari tiga fungsi parlemen yaitu fungsi pengawasan, budgeing dan legislasi, DPR mengalami kelemahan pada fungsi budgeting. ”Meskipun masih banyak kelemahan, tetapi bila dibandingkan dengan fungsi budgeting, fungsi legislasi relatif lebih lancar,” katanya. (musim)
(OPINI Indonesia/Edisi 79/17-23 Desember 2007)
15 Desember 2007
Fungsi Legislasi DPR Belum Optimal
Label: Berita dari Opini Indonesia