15 Desember 2007

Penjualan Dua Pulau Di Sumbawa, Hanya Strategi Pasar

Tidak terawatnya kekayaan pulau-pulau kecil di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengancam hilangnya kekayaan Indonesia. Satu-persatu, pulau di nusantara ini hilang dan direbut pihak lain, penguasaan lahan secara illegal juga sering terjadi. Hal yang demikian juga terjadi di wilayah kabupaten Sumbawa.

Dua pualu di wilayah kabupaten Sumbawa propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) hendak ‘dilelang’ kepada asing. Beberapa waktu lalu, Pulau Sipanjang dan Pulau Meriam Besar dilego melalui internet. Sebuah perusahaan property yang berkantor di Jalan Dharmawangsa Kerta Sari, Padang Kerta Karangasem Bali mengiklankan penjualan Pulau Sipanjang dengan luas 33 hektar dan Meriam Besar seluas 5 hektar melalui situs www.karangasemproperty.com.

Serentak semua pihak merasa aneh dengan istilah penjualan pulau. Sebab, tak ada satu aturan pun yang membenarkan penjualan pulau yang notabene adalah milik negara. Undang-Undang (UU) hanya mengenal istilah pengelolaan. Hal ini telah diatur dalam UU No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Di mana pulau kecil tidak mungkin diperjualbelikan. Pengelolaan oleh pihak asing pun harus seizin Menteri Kelautan dan Perikanan RI.

Kejadian di atas melengkapi isu penjualan pulau seperti yang terjadi di wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu. Terkait masalah isu penjualan dua pulau kecil di Sumbawa itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTB, Harun Al Rasyid, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa pulau-pulau kecil di mana pun secara hukum tidak dibenarkan untuk diperjualbelikan. Yang ada hanya pemanfaatan pulau. “Kalau pulau-pulau mau dijual, nanti lama-lama malah negara yang dilelang,” cetusnya saat dikonfirmasi.

Menurutnya, keterlibatan pihak luar untuk mengelola sebuah pulau terbuka dalam rangka investasi. Justeru investasi dpersilahkan untuk pengelolaannya sebagai sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, pemerintah harus meneliti keberadaan proses lego yang selama ini diributkan. Kalau kenyataannya benar mau dijual, maka pemerintah daerah harus bertanggung jawab. Hal ini pun harus diantisifasi jangan sampai penjualan pulau di NTT juga terjadi di NTB. ”Mintalah keterangan kepada perusahaan property yang mau menjual itu, stop dan bila perlu dibatalkan dulu. Kalau untuk investasi sih boleh saja,” kata mantan Gubernur NTB ini.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumbawa, Muh. Amin, SH menyebutkan bahwa pimpinan DPRD Sumbawa telah minta kepada Bupati Sumbawa dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tidak memproses jual beli terhadap kawasan itu. Bahkan Bupati juga sudah menyampaikan kepada BPN Sumbawa untuk membatalkan jual beli itu. ”Menurut BPN, pihaknya akan menempuh prosedur hukum melalui pengadilan. Karena pengeluaran sertifikat itu juga perlu dibuktikan, di mana letak penyimpangannya,” kata ketua DPRD dari Fraksi Golkar ini.

Berdasarkan keterangan Muh. Amin, kedua pulau itu adalah pulau yang terdaftar. Selama ini, pulau tersebut dikelola oleh warga setempat. Mereka terdiri dari petani dan nelayan. ”Sebelumnya memang dikelola oleh warga, tetapi mereka tidak banyak karena luasnya juga terbatas. Tetapi herannya, kok bisa menjadi hak milik yang sering beralih kepemilikian dari jual beli secara illegal,” ungkapnya.

Diakuinya, sebelumnya memang sering terjadi penjualan tanah di sekitar pulau. Seringkali terjadi perpindahan hak milik dari satu orang kepada orang tertentu di luar sepengetahuan aparatur pemerintah. Hanya saja kasus yang terakhir inilah yang paling menonjol setelah keluarnya sertifikat hak milik dan menguat setelah munculnya info penjualan oleh perusahaan property di Bali itu. ”Sertifikat kepemilikian inilah yang harus segera dibatalkan oleh pemerintah,” cetusnya saat dihubungi OPINI Indonesia melalui telephone.

Strategi Pasar

Setelah rame diberitakan di media masa dan elektronik serta dan mendapatkan kecaman dari pemerintah dan publik, situs www.karangasemproperty.com memberikan klarifikasi atas kata ’sale’ yang tercantum sebelumnya dalam situs itu. Ternyata, klarifikasi yang dilakukan menyebutkan bahwa penggunaan kata ’sale’ hanyalah strategi pasar. Saat situs ini terakhir dibuka, OPINI Indonesia menemukan tulisan ’revisi’ sekaligus permohonan maaf dari Perusahaan Properti ini atas kesalahan penggunaan kata-kata ’for sale’ pada situs tersebut. Menurutnya, tujuan penggunaan kata-kata ’sale’ berbeda dengan apa yang diartikan banyak orang selama ini. Menurutnya, penggunaan kata itu hanyalah sebagai kata kunci pada mesin pencari/search engine di internet sehingga mempermudah bagi investor menemukan dan paling tidak tertarik untuk menghubunginya.

”Mengapa kami tidak menggunakan kata-kata investor wanted, etc. Karena kami meyakini dengan kata-kata tersebut sangat jarang orang serius menggunakannya untuk mencari dan tidak banyak orang tertarik untuk berinvestasi ditempat yang belum mereka ketahui keadaannya tanpa datang dan melihat terlebih dahulu tempat yang akan diinvestasikan. Disamping itu juga kami tidak berkeinginan yang menghubungi kami adalah investor fiktif dimana akan membuat permasalah pada penipuan Berinvestasi seperti yang sering terjadi. Kami sangat yakin, cara yang kami gunakan tersebut memang telah menarik minat banyak orang, dan dari beberapa orang yang menghubungi kami kebanyakan dari mereka pada akhirnya tidak tertarik untuk berinvestasi dengan berbagai alasan dan beberapa diantaranya yang kebanyakan kami terima yaitu 1. Karena pulau tersebut tidak dijual dan hanya untuk kerjasama dalam berinvestasi, 2. Tidak diinvestasikan sebagai kasino/rumah judi,” demikian tulisan klarifikasi yang terdapat di dalam situs itu.

Meskipun demikian, nampaknya pemerintah kabupaten sumbawa tidak membiarkannya begitu saja. Permasalahan ini akan diteruskan untuk diproses secara hukum. Namun permasalahannya akan difokuskan terhadap kepemilikan 10 sertifikat tanah di kedua pulau itu.

Menurut Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Amir, sertifikasi 10 lahan itu, berdasarkan temuan Bawasda dalam pemeriksaannya di luar prosedur pemerintah alias illegal. Sebelumnya, Bupati Sumbawa telah menyurati BPN Kabupaten Sumbawa untuk menganulir dan membatalkan sertifikasi tanah di keua pulau tersebut. (musim)

(OPINI Indonesia/Edisi 79/17-23 Desember 2007)