Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung yang dilaksanakan di berbagai daerah ditengarai menjadi ajang uji kekuatan partai politik dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 mendatang. Sejumlah Politisi Nasional diterjunkan menjadi icon di setiap Pilkada.
Berbeda dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebelumnya yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Pilkada yang diselenggarakan secara langsung kali ini benar-benar memiliki bergaining tersendiri. Partai Politik dituntut optimal mengoperasionalkan mesin-mesin politiknya. Elit politik nasional tak ketinggalan ramai-ramai ’turun gunung’ ikut bertarung di berbagai Pilkada. Ada yang ikut langsung sebagai calon, ada pula yang sekedar sebagai symbol dan desainer kekuatan politik tertentu. Pilkada benar-benar diperhitungkan sebagai pertarungan awal sebelum menghadapi Pemilu 2009.
Tak sedikit dari mereka yang dinilai sebagai politisi nasional dan mereka yang berprofesi di lembaga politik nasional turut tergoda ’balik kampung’ untuk berebut menjadi orang nomor 1 dan 2 di daerahnya. Agum Gumelar, misalnya, setelah gagal berkompetisi sebagai wakil presiden RI pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 mendampingi Hamzah Haz, kini melirik Pilkada Jawa Barat dan hendak maju sebagai calon Gubernur pada Pilkada 2008. Sebelumnya, mantan Presiden PKS, Nurmahmudi Ismail telah berhasil ’balik kampung’ untuk menjadi walikota Depok.
Selain itu, mereka yang kini duduk di DPR RI dan DPD RI, ramai-ramai kembali ke daerah masing-masing untuk ikut bertarung menjadi gubernur/wakil gubernur dan bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota. Tentunya, Pilkada telah menjadi ajang pertarungan bagi partai politik pengusung. Selain sebagai saham perolehan suara, juga untuk mengukur kekuatan menghadapi pesta demokerasi terbesar lima tahunan itu. Tak pelak, banyak tokoh nasional pun siap menjadi orator pada setiap kampanye dalam Pilkada untuk membantu meyakinkan pemilih.
Bahkan tak segan, parpol menerjunkan anggota DPR RI dari fraksinya untuk maju langsung menjadi calon. Sederet nama telah terjun ke pentas politik daerah seperti Teras Narang (FPDIP) di Pilkada Kalteng, Zulkiflimansyah (FPKS) di Pilkada Banten bersama Marissa Haque yang sebelumnya menjadi anggota FPDIP tetapi direcall lantaran dicalonkan oleh PKS. Juga , Akil Muchtar (FPG) di Pilkada Kalbar.
Sementara itu, akan banyak lagi anggota DPR RI dan DPD RI yang siap melepaskan amanat rakyat pada Pemilu 2004 lalu demi berebut menjadi orang nomor 1 dan 2 di daerahnya. Mereka diantaranya, Dede Yusuf (FPAN) di Pilkada Jawa Barat, TGH. Zainul Majdi (FBPD) dan Harun Al Rasyid (DPD RI) di Pilkada NTB, Jazuli Juwaini (FPKS) di Pilkada Kota Tangerang, Aji Masaid (FPD) di Pilkada Jatim, Sumaryoto (FPDIP) di Pilkada Jateng. Juga, Yasonna Laoly (FPDIP) di Pilkada Sumut, Zulkifli Hasan (FPAN), Agusman Efendi (FPG) dan Muzammil Yusuf (FPKS), masing-masing di Pilkada Lampung, serta sederet nama lainnya.
Pakar politik Arbi Sanit mensinyalir, memang terdapat tiga golongan yang berkepentingan dalam setiap penyelenggaraan pilkada. Pertama, kepentingan elite politik nasional; Kedua, elite politik lokal; Ketiga, kepentingan rakyat kebanyakan. Sementara, fakta menunjukkan, kepentingan rakyat itu tenggelam oleh dominasi kepentingan para elite.
Akibatnya, kepentingan elit nasional di daerah ini akan berpengaruh terhadap stabilitas penyelenggaraan Pilkada. Beberapa konflik pasca Pilkada menunjukkan keterlibaann elit dalam memainkan perannya. Sebut saja Pilkada Maluku Utara dan Sulawesi Selatan, di mana pertarungan bukan lagi di tingkat lokal, melainkan sudah bergeser menjadi isu nasional.
Menghidupkan Mesin
Mesin politik parpol akan mulai beroperasi jauh sebelum Pemilu dilaksanakan. Jauh sebelum Pemilu, parpol telah mulai melakukan pemanasan politik. Pilkada bisa menjadi pemanasan dan konsolidasi awal menuju Pemilu 2009. Pilkada adalah ajang latihan. Demikian beberapa kutipan pendapat dari Wakil Ketua Umum Partai Demokerat, Ahmad Mubarok.
Menurutnya, peran elit memang penting. Tetapi pihaknya akan mengoptimalkan potensi lokal yang ada. Di sisi lain Dewan Pimpinan Pusat (DPP) juga akan bekerja keras untuk menyukseskan calon kepala daerah dari partainya. Namun pihaknya menyebutkan bahwa tidak banyak kadernya di DPR RI menjadi calon. ”Pilkada itu, latihan bagi partai untuk Pemilu. Kalah atau menang, sangat berguna bagi partai,” katanya.
Meskipun demikian, Pilkada tidak dapat dijadikan sebagai acuan potensi kekuatan bagi masing-masing partai politik tertentu. Sebab, dalam Pilkada, masyarkat hanya terkonsentrasi pada satu paket calon saja. Berbeda dengan Pemilu yang melibatkan banyak orang. Banyak orang yang terlibat menjadi calon di daerah masing-masing ”Pengaruhnya memang kecil, tapi bagaimana pun sangat berguna dalam menghidupkan mesin organisasi,” sebutnya.
Di sisi lain, logika partai politik untuk memenangkan pilkada semata-mata sebagai investasi dukungan pada Pemilu 2009. Bagaimanapun, kepala daerah merupakan jabatan strategis. Jabatannya dapat mempengaruhi frame politik publik. Selain itu, kepala daerah bisa saja membuat kebijakan-kebijakan publik yang dapat dirancang untuk menguntungkan konstituen partai tertentu. Implikasinya, konstituen tersebut bisa memiliki kesetiaan kepada partai. Kepala daerah juga bisa mudah mencampuradukkan baju pejabat publik dengan baju pejabat atau wakil partai politik. Tak jarang, sering ditengarai banyaknya terjadi curi start kampanye melalui kepala daerah dengan menggunakan fasilitas pemerintah.
Pemilu 2009 semakin dekat. Pilkada pada tahun 2008 ini juga akan banyak dilaksanakan. Setidaknya ada 13 provinsi yang akan menggelar Pilkada di tahun 2008 ini antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung. Partai politik akan banyak menguras tenaga di tahun ini sebagai modal awal menghadapi Pemilu. (MusiM)
(OPINI Indonesia/Edisi 82/14-20 Januari 2008
14 Januari 2008
Pilkada, Politisi Nasional Rame-Rame ’Turun Gunung’
Label: Berita dari Opini Indonesia