03 Februari 2008

Faisal Djamal Wariskan Isu Korupsi

Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Rakyat (Setjen DPR) tak henti-hentinya menuai tudingan korupsi. Perjalanan ke Thailand, melengkapi isu korupsi dalam menutup kepemimpinan Faisal Djamal sebagai Sekjen DPR. Akankah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diam saja?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak untuk mengaudit Setjen DPR. Hal ini terkait ramainya proyek DPR di bawah kepemimpinan Faisal Djamal yang belum diaudit secara utuh.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) yang juga anggota Komisi III DPR, Fachri Hamzah, meminta aparat hukum menyelidiki kasus dugaan korupsi yang dilakukan kesetjenan DPR selama kepemimpinan Faisal Djamal. "Setjen DPR itu tidak dipimpin oleh orang yang memiliki kemampuan kuat dalam mengelola dan merencanakan kegiatan kesekretariatan. Selama ini kesetjenan menuai kontroversi dalam hampir setiap kegiatannya. Ini dapat mencemarkan nama baik Parlemen dan anggota DPR," katanya.

Pemborosan

Beberapa sektor anggaran untuk memenuhi fasilitas DPR terjadi terjadi kenaikan setiap tahun. Serangkaian program Setjen seperti pembuatan pagar, taman, pendagaan televisi, LCD, laptop serta renvasi di sejumlah bangunan fasilitas parlemen. Semuanya dinilai sebagai bagian dari proses perencanaan yang memang ditengarai sebagai program yang bersifat proyek yang dapat menguntungkan Sekjen dan beberapa kelompok pengusaha bahkan anggota DPR.

Sekjen Forim Indonesia untuk Transparansi (Fitra), Arif Nur Alam menyebutnya sebagai bentuk pemborosan. Dari pemborosan berpeluang besar terjadinya korupsi. Berdasarkan analisisnya, Sekjen telah melakukan pemborosan sekitar 30 persen.

Hal yang paling sederhana, menurut Arif, adalah adanya anggaran rehabilitasi wisma Koko yang mencapai milyaran rupiah setiap tahun. Sementara, tidak pernah ada evalusasi sejauh mana dana itu digunakan untuk kepentingan Wisma Koko. Di sisi lain, dalam prakteknya, Wisma Koko yang berlokasi di Bogor itu juga digunakan diluar kegiatan dinas. Artinya wisma tersebut sering dikomersialkan.

Begitu pula dengan Fasilitas di rumah jabatan, banyak digunakan untuk kepentingan kawin, olahraga yang itu dikomersialkan. Itu semua dikelola oleh sekjen. ”Selama ini ini kita ga tahu ke mana hasil dari komersialisasi Wisma Koko dan fasiltas di lingkungan rumah jabatan,” cetus Arif.

Selain itu, renovasi rumah jabatan DPR juga dialokasikan setiap tahun. ”Kalupun ada kebocoran atau kerusakan, paling ada satu atau beberapa rumah saja. Tetapi yang dianggarkan semuanya. Itu kan pemborosan semua,” katanya mempertanyakan.

Yang paling terindikasi korupsi, menurut Arif, adalah biaya pemeliharaan rumah jabatan Sekjen yang mencapai Rp. 500 juta setiap tahun. Ini adalah bagian kecil yang menunjukan indikasi adanya praktek korupsi.

Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah meminta BPK untuk melakukan audit khusus pengelolaan keuangan dan rencana program kesekjenan yang ditengarai isu korupsi. Dengan demikian, Sekjen juga bisa membuktikan sorotan publik. Apakah benar atau tidak terdapat unsur korupsinya. Selama ini, belum pernah dilakukan audit. Yang dilakuakan baru bersifat makro saja. Seharisnya ada investigasi khsusus ke kesekjenan sehingga bisa dilihat variabel guna dapat melihat adanya indikasi korupsi atau tidak.

Perpisahan

Keberangkatan rombongan kesekjenan ke Thailand merupakan preseden buruk bagi DPR. Di mana, Sekjen juga mempertontonkan dirinya seperti anggota DPR yang mendapatkan sorotan keras dari masyarakat.

Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Rakyat (Sekjen DPR) telah menggelar acara perpisahan (22-26/1). Acara yang digelar dalam rangka melepas mantan Sekjen DPR, Faisal Jamal beserta sejumlah staf kesekjenan yang mengakhiri masa tugasnya pada awal Januari 2008 itu ditengarai menggunakan uang negara sebesar Rp.500 juta.

Dalam pesta tersebut, sekitar 22 pejabat ikut dalam rombongan. Mereka membawa anggota keluarga sehingga totalnya berjumlah 60 orang. Akibatnya, beredar isu di Parlemen tentang adanya praktek korupsi berjama’ah di kalangan Setjen DPR. Menguatnya isu itu setelah beredarnya copy-an surat atas nama Kepala Biro Persidangan DPR Bambang Susetyo Nugroho tertanggal 11 Januari 2008 (24/1).

Surat tersebut ditujukan ke Sekretariat Komisi I hingga XI DPR dan Badan Kehormatan tentang laporan tertulis tindak pidana korupsi berjamaah. "Saya selaku Kepala Biro Persidangan Sekjen DPR ingin melaporkan adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bapak Faisal Djamal," tulis Bambang dalam suratnya itu.

Ketika dihubungi wartawan DPR, mantan Sekretaris Jenderal DPR, Faisal Djamal, membantah perpisahan dirinya sebagai Sekjen dilakukan dengan melakukan perjalanan liburan ke Thailand bersama staf Setjen lainnya. "Ga ada perpisahan seperti itu. Apalagi kalau melakukan perjalanan dinas ke luar negeri," bantah Faisal yang pasca menjadi Sekjen maju pada sebuah pilkada di daerah Sumatra Barat.

Wasekjen DPR, Nining Indra Saleh, membenarkan adanya kegiatan jalan-jalan ke Thailand tapi membantahnya sebagai acara perpisahan. Menurutnya, biaya berwisata itu pun tidak menggunakan uang negara. "Tidak benar ada acara perpisahan di Thailand. Itu hanya jalan-jalan. Biayanya pun bukan menggunakan uang negara. Itu uang honor-honor yang terkumpul di luar gaji. Tidak ada SPJ dan segala macam," jelasnya saat ditemui wartawan di Gedung Setjen DPR, Senayan, Jakarta. (mh)

(OPINI Indonesia/Edisi 85/Parlemen/4-10 Februari 2008)