09 Februari 2008

RUU Pemilu Masih Ngambang, KPU Minta Anggaran Tambahan

Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) ditargetkan untuk disahkan tanggal 19 Februari mendatang. Pertarungan kepentingan pada beberapa pasal membuat proses penyelesaiannya berjalan lamban. Foru loby pun menuai jalan buntu. Haruskah berakhir dengan vooting?

Semua elemen masyarakat berharap Pemilihan Umum (Pemilu) dapat dilaksanakan tepat waktu dan membawa hasil yang memuaskan semua pihak. Kenyataanya RUU Pemilu yang ditunggu-tunggu publik, belum juga disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Molornya RUU tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD ini disebabkan oleh ramainya perdebatan tentang beberapa pasal yang diaggap krusial oleh masing-masing fraksi.

Forum loby antar fraksi yang diharapkan dapat menyelesaikan perbedaan pendapat ternyata berakhir buntu. Beberapa pasal diantaranya terkait besaran daerah pemilihan, metode penghitungan suara, dan penentuan calon terpilih membuat fraksi belum menemukan kata sepakat. Meskipun dalam forum loby yang dilaksanakan di sebuah hotel di Jakarta itu melahirkan alternatif baru, namun tetap saja belum ada kesepakatan final.

Tentu saja, masing-masing fraksi telah menyiapkan konsep dalam setiap point pembahasan. Dengan demikian, mereka dapat mem-back up kepentingan politik partainya dalam Pemilu 2009 mendatang. Keterkaitan antara pasal yang satu dengan yang lain juga menyebabkan pimpinan fraksi lebih jeli dalam memainkan perannya. Kesepakatan pun sulit tercapai karena di antara mereka berupaya agar diuntungkan dalam setiap pasal.

”Sangat sulit mencapai kata sepakat karena memang seluruh materi krusial itu saling terkait. Jika ingin segera disepakati, maka harus ada yang mengalah. Tidak akan ada kesepakatan jika keinginan mereka harus terpenuhi semuanya,” kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP), Tjahjo Kumolo di Jakarta.

Di sisi lain, target penyelesaian RUU ini semakin dekat. Maka jika forum loby gagal menuai keputusan, anggota Dewan harus segera melakukan kompromi. Jadi, tinggal satu pilihan terakhir yaitu pemungutan suara alias vooting.

Tambahan Anggaran


Detik-detik menjelang Pemilu memang menyibukkan pihak-pihak terkait. Di saat parlemen masih beradu argumentasi memperdebatkan pasal-demi pasal yang dinggap krusial oleh masing-masing fraksi, maka di saat yang sama Komisi Pemilihan Umum (KPU) berbicara juga tentang kebutuhannya.

Belum diketahui secara pasti berapa kebutuhan anggaran Pemilu 2009 karena RUU Pemilu belum disahkan. Sebab, anggaran Pemilu sesuai dengan aturan yang disepakati dalam UU Pemilu nantinya. Jumlah dan besaran Daerah Pemilihan (Dapil), misalnya, akan mempengaruhi kebutuhan anggaran penyelengaraan Pemilu.

KPU menyatakan masih kekurangan anggaran sekitar Rp. 1,616 triliun untuk biaya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2009 untuk tahun anggaran 2008. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal KPU, Suripto Bambang Setyadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR di gedung DPR RI, Senayan, (5/2).

Menurut Bambang, besaran anggaran tersebut memang belum pasti, bisa turun atau bahkan naik. Pihaknya berharap agar APBN bisa menanggulangi kekurangannya. Kalaupun memungkinkan, anggaran Pemilu juga bisa diperoleh pemerintah daerah. Sebab, UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu juga memungkinkan KPU memperoleh bantuan dari pemerintah daerah.

Tetapi, jika kekurangan anggaran tidak dibisa ditutupi, maka beberapa sektor kebutuhan akan dikurangi. Bisa saja berupa volume, jenis, atau indeks kegiatan yang disusun KPU yang akan dikurangi. ”Tapi kami tetap berharap APBN atau pun pemerintah daerah dapat menutupi kekurangannya,” kata Bambang.

Sementara itu, beberapa anggota Komisi II mempertanyakan rincian anggaran yang disampaikan KPU. Menurut mereka, anggaran yang diajukan terlalu umum. Artinya, perlu ada penjelasan lebih lanjut terhadap masing-masing item. Beberapa logistik pemilu misalnya tidak dirinci berdasarkan kebutuhan dan logistik yang telah tersedia. Di mana, Pemilu 2004 banyak menyisakan logistik yang masih bisa dimanfaatkan kembali pada Pemilu 2009.

Anggota Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menyebutkan banyak logistik pemilu seperti kotak suara, bilik suara, dan komputer peninggalan Pemilu 2004 perlu dijelaskan keberadaannya. Dengan demikian, DPR akan bisa merasionalisasi pengajuan anggaran oleh KPU.

Di sisi lain, KPU juga harus menghindari adanya pos anggaran ganda, yaitu masuk anggaran rutin operasional dan anggaran untuk tahapan pemilu. Anggota Fraksi PDIP, Eddy Mihati menyebutkan nomenklatur untuk seleksi anggota Badan/Panitia Pengawas Pemilu yang tercantum dalam anggaran rutin operasional dan juga tahapan penyelenggaraan.

Untuk memenuhi kebutuhannya, KPU mengajukan anggaran untuk tahun 2008 sebesar Rp. 8,284 triliun untuk biaya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan tahapan. Namun, dari total yang diajukan, yang disetujui hanya Rp. 6,667 triliun. Sebelumnya, dari data Komisi II per Oktober 2007, KPU sudah mengajukan permintaan anggaran rutin operasional Rp. 781,867 miliar. Atas kondisi itu, Komisi II berkesimpulan KPU mesti merinci terlebih dahulu anggaran yang diajukannya.

Dari anggaran Rp. 6,667 triliun yang telah disetujui, KPU mengalokasikan untuk tiga kegiatan, yaitu kegiatan pokok tahapan Pemilu 2009, pengadaan logistik utama, dan pendukung penyelenggaraan. Yang termasuk dalam kegiatan pokok tahapan pemilu misalnya seleksi calon anggota Badan/Panitia Pengawas Pemilu yang totalnya mencapai Rp 126,747 miliar dan pemutakhiran data pemilih Rp 57,475 miliar. Sementara untuk logistik utama, KPU mengalokasikan Rp 3,284 triliun untuk pengadaan barang jasa dan biaya jasa logistik distribusi. (MH)

(Opini Indonesia/edisi 86/Nasional/11-17 Februari 2008