Panggung politik Indonesia semakin ramai. Berbagai manuver mulai dimainkan oleh elite politik. Ketika satu pihak menyerang, di pihak lain menggunakan jurus bertahan. Akankah genderang Pemilu 2009 sudah ditabuh?
Pemilihan umum (Pemilu) legislatif dan pemilihan presiden (Pilpres) semakin dekat. Wajar jika banyak pihak yang berkepentingan dengan Pemilu 2009 kerap berseteru. Motifnya, ada yang berupaya meningkatkan popularitas dan ada pula yang sekedar melempar manuver untuk menjatuhkan popularitas bakal rival-rivalnya.
Hal inilah yang tampak pada dua tokoh politik nasional yaitu antara Presiden Soesilo Bambang Yuhoyono (SBY) dan Wiranto. Kedua-duanya adalah Jendral (purn) yang ketika Pilpres 2004 lalu sama-sama bertarung memperebutkan kursi RI-1. Kabarnya, kedua tokoh yang akan diusung oleh masing-masing, Partai Demokerat dan Partai Hanura ini bakal bertarung kembali pada Pemilu 2009 mendatang.
Barangkali, bagi bakal calon incumbent seperti SBY, tidak akan terlalu berat untuk melakukan sosialisasi, sebab ia telah popular melalui jabatannya sebagai Presiden selama empat tahun terakhir. Sebaliknya, ia akan lebih banyak melakukan upaya mempertahankan popularitasnya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang populis. Tetapi sayangnya melonjaknya harga minyak mentah dunia telah membuka ruang bagi calon rivalnya untuk melakukan manuver politik sebagaimana yang dilakukan Wiranto.
Ketua Partai Hanura yang tengah getol mensosialisasikan partainya sekaligus mencari simpati rakyat, menemukan moment yang strategis untuk menyerang SBY. Pemerintahan SBY telah lengah, dan menghadapi posisi sulit. Kabinet Indonesia Bersatu itu terpaksa mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar miyak (BBM).
Dalam sebuah iklan surat kabar, Wiranto menyebut SBY sebagai pemimpin yang tidak menepati janji. “Semoga Presiden Yudhoyono tepati janji tak naikkan harga BBM karena penduduk miskin akan bertambah, keresahan sosial meluas, dan karena masih ada solusi lain. Kami imbau pemerintah pertimbangkan kembali rencana menaikkan BBM, apalagi presiden pernah berjanji tidak menaikkan BBM. Jika pemimpin berjanji, janji itu harus ditepati.” tulisnya dalam iklan yang disertai photo Wiranto itu.
Tidak hanya itu, dalam berbagai pertemuan, Wiranto kerap melancarkan kritik yang sama. "Sampai sekarang saya masih berharap SBY tidak ingkar janji. Dan saya akan terus mengingatkan dia agar memenuhi janjinya," kata Wiranto.
Sementara itu dalam menanggapi berbagai kritik, Presiden SBY mengingatkan agar semua bisa lebih santun dalam menyampaikan kritik. Bahkan, berbagai aksi penolakan kenaikan BBM ditengarai ditunggangi oleh elite politik termasuk Wiranto.
Dalam sebuah jumpa pers di Istana negara, SBY menyarankan agar kritik dan unjuk rasa disampaikan dalam koridor yang santun. "Saya tahu ini tahun politik, dan tahun depan adalah tahun pemilu. Tapi mesti ada kontrol hati nurani, kontrol pikiran kita semua. Apalagi bagi elite, bagi ekonom, bagi politisi yang juga saya tahu ikut melakukan protes-protes sosial, aksi-aksi politik yang berwujud pada gerakan jalanan ini, saya berharap kita ini bisa menjadi bagian solusi," kata SBY seusai menerima Presiden Hungaria (21/5).
Sementara itu, berbagai unjuk rasa menentang kenaikan BBM masih terus berlanjut. Meski secara tidak langsung digerakkan oleh Wiranto, tetapi ini adalah kemenangan bagi Wiranto sekaligus menjadi kekalahan politik SBY. Sang Presiden menuai kecaman di mana-mana, bahkan tak segan dituntut untuk mundur jika tidak membatalkan kenaikan BBM. Mampukah SBY bertahan? (Mukhlis Hasyim)
(OPINI Indonesia/Edisi 102/Nasional)
05 Juni 2008
SBY vs Wiranto, Berseteru Untuk Pemilu 2009
Label: Berita dari Opini Indonesia







