27 Juni 2008

SKB Ahmadiyah, Berebut Opini Internasional

Atas nama hak asasi manusia (HAM), dunia internasional berpotensi terlibat dalam kasus Ahmadiyah. Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi incaran, baik oleh pro Ahmadiyah maupun pemerintah. Ke mana PBB akan berpihak?

Penyelesaian kasus Ahmadiyah di dalam negeri nampaknya menuai jalan buntu. Kedua belah pihak sama-sama bertahan dengan opsi masing-masing. Kontra Ahmadiyah tetap kekeh menuntut pembubaran ajaran Mirza Gulam Ahmad itu, dan pemerintah meresponnya dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Sementara Ahmadiyah tetap mempertahankan keyakinannya dan didukung oleh elemen penegak HAM.

Salah satu unsur yang memiliki suara penting adalah PBB sebagai organisasi dunia. Dalam rangka itu, sejumlah tokoh lintas agama melaporkan kasus Ahmadiyah itu ke perwakilan PBB di Jl. MH Thamrin, Jakarta, (06/05). Mereka menyerahkan agar urusan Ahmadiyah dapat ditangani oleh PBB.

Rombongan yang juga diikuti oleh Direktur Eksekutif the Wahid Institute Ahmad Suaedy, Direktur ICRP Siti Musdah Mulia, Direktur ICIP Dr. M. Syafi’i Anwar, Uli Parulian Sihombing, Gomar Gulthom, Anand Krishna dan JN Hariyanto itu berharap perwakilan PBB di Indonesia berkomitmen menyampaikan pengaduan para tokoh ini baik kepada Pemerintah RI maupun PBB di Jenewa Swiss.

Menurut Ahmad Suaedy, kedatangan para tokoh lintas agama itu adalah untuk menyampaikan berbagai temuan menyangkut kekerasan yang dialami Jema’at Ahmadiyah Indonesia (JAI) beberapa tahun terakhir. “Kita menyampaikan realita meningkatnya diskrminasi di masyarakat baik terhadap Ahmadiyah maupun kelompok-kelompok minoritas lainnya,” jelasnya.

Selain itu, mereka juga meminta PBB terlibat dalam memantau pelaksanaan berbagai instrument HAM internasional yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia. “PBB harus mendesak pemerintah agar mentaati berbagai aturan tersebut,” pinta Suaedy.

Di pihak lain, pemrintah juga tak kalah sigap. Melalui delegasi Indonesia yang masuk dalam Utusan Tetap Indonesia untuk PBB, pemerintah memberikan klarifikasi terhadap kebijakannya mengeluarkan SKB Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung tentang Ahmadiyah itu. Hal ini dapat meminimalisir intervensi internasional terhadap kebijakan yang dapat saja bergulir atas dasar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) itu.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia langsung menjelaskan kebijakan ini di hadapan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidang pleno Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, (9/6).

Dalam Sidang Pleno tersebut, pemerintah menjelaskan bahwa Ahmadiyah diminta menghentikan aktifitasnya dan dihimbau kembali ke ajaran yang sesuai agama Islam. Masyarakat Indonesia juga diminta menghindari tindak kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah. "Keputusan tersebut tidak bermaksud untuk melarang Ahmadiyah atau dikategorikan sebagai upaya pemerintah untuk mencampuri kebebasan beragama warga negara," papar mereka dalam sidang yang mengagendakan pengesahan laporan akhir Universal Periodic Review (UPR) Indonesia yang memuat sejumlah isu seperti perdagangan perempuan, hukuman mati, dan perlindungan HAM itu.

Sebaliknya, keputusan ini justru sebagai upaya menjaga ketentraman kehidupan beragama termasuk melindungi pengikut Ahmadiyah sesuai dengan konstitusi.■Musim

(Opini Indonesia/Edisi 105/Internasional)