07 Desember 2007

DPR Kecolongan, Loloskan KPU Bermasalah

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah kecolongan karena meloloskan calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) bermasalah. Syamsul Bahri kini terancam didepak dari kursi KPU yang baru saja didapatkannya karena terkait kasus hukum. Bagaimanakah mekanisme pergantiannya?

Perjalanan proses terbentuknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) selalu diwarnai persoalan dalam setiap tahapan seleksi. Selalu ada kelalaian baik di Panitia Seleksi (Pansel), Pemerintah hingga di Parlemen. Kini, giliran DPR yang kecolongan dengan meloloskan salah satu calon anggota KPU yang terkait dugaan korupsi dalam dana APBD 2004 senilai Rp 1,180 milyar untuk proyek kawasan industri masyarakat perkebunan berbasis tebu untuk pembangunan pabrik Gula Kigumas di Malang JawaTimur.

Calon anggota KPU yang lolos fit and proper tes di komisi II DPR, Syamsul Bahri, terpaksa tidak mengikuti pelantikan bersama enam anggota KPU lainnya karena kasusnya tengah ditangani kejaksaan. Meski Pemerintah masih menganggap keanggotaan Syamsul Bahri di KPU, namun Kepres Nomor 101/P/2007 dan atas Surat Jaksa Agung No. R090A/SD/102007, tanggal 22 Oktober 2007 kepada Presiden terpaksa mengabaikan nama Syamsul Bahri. Pelantikan anggota KPU periode 2007-2012 yang dilaksanakan di Istana Negara (23/10) itu, dilaksanakan tanpa dirinya. Ia juga terancam bahkan dinyatakan akan dicoret sebagai anggota KPU atas dugaan telah merugikan negara sekitar Rp 489 juta itu. Akibatnya, DPR kini tengah menyiapkan pembenaran terhadap undang-undang dalam memberikan keputusan atas masalah ini.

Dua Pilihan

Selain adanya kontroversi tentang keberadaan Syamsul Bahri, apakah akan menunggu keputusan pengadilan ataukan dicoret langsung, juga DPR harus mencari mekanisme yang tepat untuk melakukan pergantian apabila ternyata keputusannya harus mencoret Syamsul Bahri dari KPU. Terhadap keputusan ke dua ini, ada dua mekanisme yang muncul di DPR. Pertama, DPR akan melakukan fit and proper tes ulang terhadap 13 nama yang gugur sebelumnya untuka mencari satu orang sebagai pengganti Syamsul Bahri. Kedua, Syamsul Bahri secara langsung digantikan seperti halnya dalam Pergantian Antar Waktu (PAW). Artinya, peringkat ke delapan dalam fit and proper tes akan menggantikannya secara langsung.

Sebagaimana diketaui, hasil fit and proper tes yang dilaksanakan DPR tanggal beberapa waktu lalu menghasilkan tujuh nama yaitu, Abdul Hafis Anshari, Sri Nuryati, Endang Sulastri, Andi Nurpati, I Gusti Putu Arta, Abdul Aziz dan Syamsul Bahri Sendiri. Berdasarkan pringkatnya, maka nama Pdt. Saut Hatumongan Sirait yang menempati urutan ke delapan akan menggatikan Syamsul Bahri.

Sekjen Forum Pemantau Parlemen Indonesia (FORMAPPI) misalnya membenarkan mekanisme ke dua yaitu dengan pengangkatan langsung nomor urut delapan. Menurutnya, Presiden maupun DPR tidak perlu gamang dalam membuat keputusan, karena sudah jelas dalam Penyelenggara Pemilu yang mengatur bagaimana pergantian seorang anggota apabila sudah dinyatakan melanggar ketentuan atau syarat-syarat menjadi anggota KPU. Pasal 29 Ayat (1) UU No 22 Tahun 2007 itu, menurut Sebastian, sudah dengan jelas dan gamblang mengatur hal itu. Sebastian mengajukan mekanisme ini karena telah dengan jelas melihat Syamsul Bahri yang telah nyata-nyata tidak memenuhi syarat menjadi anggota KPU.

Tidak demikian bagi beberapa kalangan di DPR. Berbeda dengan Sebastian, anggota Komaisi II, Idrus Marham masih perlu adanya ketegasan dalam mekanisme pergantian. Jika Syamsul diganti, apakah bentuknya pergantian antar waktu (PAW) atau bukan. Jadi, belum tentu Syamsul Bahri akan digantikan oleh calon anggota KPU peringkat ke delapan dalam hasil tes uji kepatutan dan kelayakan DPR. ”Masalah ini akan diputuskan oleh DPR setelah masa reses tanggal 11 November mendatang,” kata anggota Fraksi Golkar ini.

Tergantung DPR

Tidak mudah bagi DPR dalam memberikan keputusan. Di satu sisi DPR hanya mengajukan tujuh nama saja sehingga pmerintahpun tidak mudah mencoret nama Syamsul Bahri begitu saja mengingat UU 22/2007 mengamanatkan tujuh orang dalam keanggotaan KPU.

Di sisi lain, menunggu keputusan pengadilan pun membutuhkan waktu yang lama, sementara KPU ditunut bekerja cepat mengigat Pemilihan Umum (Pemilu) yang telah dekat. Jaksa Agung, Hendarman Supanji menjelaskan, pada tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen Malang, telah melakukan pemeriksaan dugaan korupsi yang melibatkan Syamsul Bahri itu. Diperkirakan minggu depan baru bisa dilimpahkan ke tingkat penuntutan, dan awal November 2007 dilimpahkan ke pengadilan. Sementara belum jelas kapan akan mendapatkan keputusan.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono juga tidak bisa mencoret nama Syamsul Bahri. Kepastian nasib keanggotaan Syamsul Bahri sebagai anggota KPU tergantung putusan Komisi II DPR. Presiden tidak punya wewenang mencoret dan mengganti Syamsul dengan calon nomor urut berikutnya. Demikian dikatakan Ketua DPR, Agung Laksono kepada wartawan di hptel Crownw Plaza, Jakarta di sela seminar memperingati hari Sumpah Pemuda (25/10).

Menurut Agung, UU 22/2007 membuka celah berupa tiga pilihan yang dapat diambil Komisi II DPR. Pertama, Syamsul Bahri langsung digantikan calon peringkat di bawahnya. Kedua, melakukan kocok ulang untuk menetapkan calon pengganti. Ketiga, menunggu putusan hukum tetap atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan Syamsul Bahri sebagai tersangkanya. ”Pilihannya ada pada kewenangan DPR. Kami serahkan sepenuhnya kepada Komisi II. Yang penting tidak melanggar UU Penyelenggaraan Pemilu," katanya. (musim)

(Opini Indonesia)