Pada 20 Oktober 2007 lalu, genap tiga tahun duet Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam memimpin bangsa Indonesia. Beragam penilaian tertuang dalam benak masyarakat Indonesia. Berhasil atau gagalkah?
Kinerja pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, SBY-JK sejak pelantikannya pada 20 Oktober 2004 lalu, telah terekam dalam memori setiap elemen bangsa ini. Bahkan, tidak tanggung-tanggung beberapa elemen sengaja melakukan survey terhadap tingkat kepuasan publik sekaligus popularitas pasangan presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung pertama kali itu.
Lingkaran Survey Indonesia (LSI) dan Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (Pusdeham) Universitas Al Jazair, misalnya. Keduanya telah mengumumkan hasil surveynya menyambut tiga tahun pemerintahan SBY-JK.
LSI membandingkan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan SBY-JK antara ketika awal pelantikannya pada Oktober 2004 dan tahun ke tiga ini. Hal ini diperoleh dari hasil survey yang dilakukannya pada 9-14 September 2007. Menurutnya, tiga tahun lalu, memperoleh tingkat kepuasan publik sangat tinggi yaitu di atas 80%. Ternyata, tiga tahun kemudian, tingkat kepuasaan itu jatuh pada titik terendah 35.3%. Jadi, tingkat kepuasan atas SBY merosot sekitar 45%.
Akibatnya, publik mulai melirik figur baru dalam Pemilihan Presiden 2009. LSI menyebutnya dengan munculnya ”mental switch” pada masyarakat. Hanya 29.3% yang menginginkan SBY terpilih kembali, dan 23.7% saja yang menyatakan memilih SBY kembali, sementara 46.4% menyatakan akan memilih calon lain di luar SBY.
Rendahnya tingkat kepuasan atas kinerja SBY merata di berbagai sektor. Pemilih di pulau Jawa lebih kecewa dibandingkan di luar Jawa (66.9% : 46.6%). Dua suku terbesar: Jawa dan Sunda juga kecewa ( 57%, 80.7%). Kalangan bawah dalam level pendidikan lebih banyak yang kecewa dibandingkan kalangan terpelajar (61%: 54.1%). Di antara pemilih partai, hanya pemilih partai demokrat yang memiliki kepuasan atas SBY di atas 50%. Sisanya, di kalangan pemilih partai besar lain, tingkat kepuasan atas kinerja SBY di bawah 50%.
Merosotnya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan SBY-JK disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kekecewaan atas kinerja bidang ekonomi. Sebesar 69.5% kecewa atas kondisi ekonomi secara umum, 68.5% kecewa dengan penanganan pengangguran, dan 64.9% kecewa atas penanganan kemiskinan, dan hanya 24% yang puas atas penanganan situasi ekonomi. Kedua, terjadinya degradasi atas pemberantasan korupsi. Sebanyak 66.1% menilai program anti-korupsi yang dicanangkan SBY ternyata dirasakan tebang pilih. Sementara sisanya hanya 13.4% pemilih yang menganggap gerakan anti-korupsi SBY merata dan adil kepada berbagai lapisan masyarakat. Ketiga, publik mulai meragukan kemampuan SBY menyelesaikan masalah bangsa. Hanya 39.3% pemilih yang yakin akan kemampuan SBY menangani masalah bangsa. Keempat, berjaraknya harapan dan kenyataan. Ketika terpilih, SBY mendapatkan harapan yang tinggi sekali. Kini, tiga tahun kemudian, hanya 24.1% pemilih yang merasa SBY sudah bekerja sesuai dengan harapan. Sebanyak 63.7% menyatakan SBY tidak seperti yang dulu diharapkannya.
Berbeda dengan LSI, hasil survey yang dilakukan Pusdeham Unair pada Agustus-September 2007 menyebutkan bahwa SBY-JK masih berpeluang sebagai Presiden kembali. Mungkin ini terlihat dari kepuasan di beberapa bidang seperti keamanan, penegakan hukum, pemberantasan KKN, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Untuk keamanan, kepuasan terhadap kinerja SBY-JK sekitar (40 %), pemberantasan KKN (50 %), kesehatan (49 %) dan pendidikan (47 %)
Meskiupun demikian, sebagian besar masyarakat memang menilai kinerja para pemimpin negara itu di bidang perekonomian mengecewakan. Ini terjadi karena pemerintah dinilai kurang memberikan perhatian pada bidang pertanian dan perekonomian yang mengakibatkan angka kemiskinan dan pengangguran sangat tinggi.
Hasil survey yang dibacakan direktur Pusdeham Surabaya, M Asfar, di Jakarta, (23/10) menyebutkan, mayoritas responden sekitar 67 % menyatakan tidak puas dengan pemerintahan SBY-JK. Hanya 33 % responden yang menyatakan puas dengan kinerja Presiden saat ini. Padahal, di awal pemerintah SBY-JK, tingkat kepuasan masyarakat mencapai 80 %.
Berbeda Style
Penurunan kepercayaan publik terhadap pasangan SBY-JK bisa saja terjadi karena keduanya kurang kompak. Dalam pandangan Sekretaris Jendral (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irgam Chaerul Mahfidz, terdapat kelemahan mencolok pada masing-masing karakter kepemimpinan. Keduanya memiliki style yang berbeda. Presiden SBY dinilainya intelektual, tetapi lemah dan tidak tegas dalam mengambil keputusan. ”Presiden itu terlalu banyak pertimbangan. Hal itu karena dia sangat prosedural dan terlalu hati-hati. Selain itu, dia tidak didukung oleh partai yang kuat,” katanya.
Sementara JK terlalu berfikir taktis da praktis. Tidak terlalu perduli terhadap proses. ”JK terlalu berorientasi pada hasil. Padahal proses kan penting,” imbuhnya membandingkan.
Lebih lanjut, Irgan meniali, pemerintahan SBY secara umum memang terdapat beberapa keberhasilan sekaligus kegagalan. Irgam menyebutkan beberapa sektor keberhasilan duet pemerintahan SBY-JK selama tiga tahun terakhir. Misalnya, situasi kemanan dan politik yang semakin kondusif. Di sisi lain, Irgan mengkritik perekonomian Indonesia yang belum jalan. ”Ekonomi sektor ril belum jalan, penganguran bertambah banyak, kemiskinan meningkat, korupsi ada tebang pilih, BLBI tidak selesai,” katanya saat diminati komentarnya oleh OPINI Indonesia dalam menilai tiga tahun pemerintahan SBY-JK. (musim)
(Opini Indonesia)
07 Desember 2007
Tiga Tahun SBY-JK
Label: Berita dari Opini Indonesia