07 Desember 2007

Fit And Proper Test Calon Anggota KPU

Presiden telah menyerahkan 21 nama calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Dalam penentuan akhir tersebut, DPR menjaring tujuh saja di antara mereka.Seluruh anggota komisi II akan memberikan penilaian terhadap kelayakan mereka. Masing-masing anggota DPR akan memilih tujuh nama berdasarkan angka yang diperoleh. ”Masing-masing calon anggota KPU diberi nilai antara 1 – 100 oleh penilai,” kata angota Komisi II, H. Yunus Anwar.

Nilai itu diperoleh dari beberapa point penilaian di antaranya soal pengetahuan mereka tentang sistem Pemilihan Umum (Pemilu). Apa yang dilakukan Panitia Seleksi (Pansel) dengan Komisi II DPR pada dasarnya sama. DPR juga mempertegas hingga permasalahan administrasi. ”Kita hanya mengulang. Jadi, pekerjan kita sebenarnya lebih ringan, tetapi bukan berarti sembarangan. Kita juga memperhatikan lebih jauh kriteria-kriteria mereka yang berhak lolos termasuk kemungkinan mereka bisa bekerja secara tim, emosional mereka juga kita perhatikan,” kata anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jatim VII ini.

Yunus Anwar optimis hasil fit and proper test ini maksimal. Ditanya soal pengaruhnya terhadap kinerja anggota KPU lama yang banyak diperkarakan, ia mengatakan bahwa kejadian itu di luar pengaruh dari fit and proper test. Artinya, ada masalah teknis yang tak terduga dihadapi di lapangan seperti waktu yang mendesak. Akibatnya, pengadaan barang yang seharusnya dilelang menjadi main tunjuk saja. ”Sebenarnya anggota KPU yang dulu itu bagus semua. Soal di dalam perjalannya ada gangguan dan godaan, itu adalah masalah yang muncul belakangan. Kita juga tidak bisa menjamin calon terpilih nantinya akan bagus sampai akhir. Tetapi kalau sekiranya keadaannya normal, saya kira tidak akan terjadi sepertin itu.,” kata anggota Fraksi Demokrat (FPD) ini.

Integritas

Nama besar tidak lantas menjadi acuan utama dalam menjaring calon anggota KPU. Tetapi mereka harus dilihat dari kriteria-kriteria yang mereka miliki. Persoalan nama besar dapat dilihat dari opini dan prestasi. ”Kita ingin nama besar itu didasarkan pada prestasi yang ada bukan karena opini. Untuk itu, meskipun para calon tidak teropinikan sedemikian rupa, dan tiba-tiba saja terpilih, maka inilah yang menjadi tantangan untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa nama besar itu tidak cukup hanya opini tetapi perlu prestasi,” kata anggota Komisi II, Idrus Marham dalam menanggapi pertanyaan wartawan yang mempertanyakan kembali nama-nama yang tidak populer di telinga publik itu.

Menurut Idrus, Komisi II tetap mengacu kepada krteria-kriteria yang sesuai dengan tugasnya nanti. Umumnya ada empat hal yang difokuskan dalam penilaian terhadap para calon anggota KPU yaitu integritas dan komitmen, pengetahuan, visi-misi dan propesionalitas. Namun yang paling penting menurut Idrus adalah integritas calon. Menurutnya, inilah yang paling sulit.

Tidak sulit untuk melihat pengetahuan mereka karena terlihat dalam presentasi. Apalagi pendidikan calon yang rata-rata Strata Satu (S1). Meskipun ada di antaranya yang bukan berlatar belakang Fakultas Ilmu Politik, tapi pengetahuannya memenuhi standar. Mereka juga rata-rata memiliki profesionalime dan leadership karena lahir dari organisasi. Begitu juga, tidak terlalu sulit untuk merumuskan visi dan misi. ”Yang sulit adalah masalah integritas dan komitmen calon. Betapa pun pengetahuan dan pengalaman yang luas, tetapi kurang memiliki integritas, saya kira akan kacau dalam melaksanakan tugasnya. Pemilu juga akan tidak maksimal dan meninggalkan permasalahan,” kata politisi asal Sulawesi Selatan ini.

Integritas yang dimaksud Idrus adalah bagaimana para calon memiliki kejujuran dan konsisten dalam melaksanakan aturan atau ketetapan-ketetapan yang ada. Ditambah dengan kepercayaan diri, ketegasan, kejujuran, serta keberanian. Inilah modal yang paling pokok bagi calon anggota KPU untuk menghadapi berbagai macam tantangan, protes, demonstrasi serta konflik akibat pemilu atau pilkada. ”Pengetahuan dan pengalaman saja tidak cukup. Saya punya keyakinan bahwa hanya mereka yang memiliki integritas lah yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di lapangan nanti”, katanya.

Integritas calon dapat dipelajari dari track record nya. Itulah sebabnya sejak awal secara informal pihak DPR melakukan kerjasama secara fungsional dengan beberapa LSM yang tergabung di dalam jarinagn pemantau calon anggota KPU ini. Proses seleksi memerlukan rekam jejak calon untuk membuktikan data diri yang mereka serahkan. Untuk itu, proses fit and proper test sebagai tahap akhir harus dijalankan dengan sunguh-sungguh. Sebaliknya, bukan dijadikan sebagai bergaining politik. ”Apabila mengutamakan bergaining, kita termasuk gambling. Siapa yang berani melakukan negosiasi pilitik dalam menentukan calon anggota KPU ini, maka ia telah mempertaruhkan masa depan bangsa ini. Karena KPU ini tidak hanya harus mampu melaksanakan Pemilu secara demokratis tetapi juga harus mampu memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa dengan pemilu itu akan menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan berkualitas ke depan,” tegas Idrus yang juga anggota Fraksi Golkar itu.

Di sisi lain, apa yang dilakukan komisi II dalam fit and proper test tersebut tidak membuat sebagian kelompok masyarakat puas. Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Jerry Sumampow, mengatakan Komisi II tidak memiliki kerangka dalam menjaring calon anggota KPU.

Jerry tidak menangkap hal yang penting dalam pertanyaan anggota Dewan. Pertanyaannya melebar, tidak fokus terhadap isu-isu yang substansial. Hal inilah yang nantinya akan berimplikasi pada kesulitan melakukan penilaian. Sehingga yang akan terjadi adalah mekanisme politik.

Sebuah mekanisme yang tidak ideal, yang dilakukan anggota DPR karena akan mengabaikan kualitas hasil bahkan proses fit and proper test itu sendiri. ”Itulah yang terjadi, karena mereka tidak memiliki kerangka. Mereka juga tidak memiliki pemahman yang sama di antara mereka. Padahal kalau memiliki kerangka, akan lebih mudah mengukurnya,” katanya saat ditemui seusai menyaksikan proses fit and proper test di hari terakhir itu..

Menurut Jerry, ada tiga hal yang seharusnya menjadi titik tekan yaitu soal kompetensi kepemilihan, indefendensi, dan integritas diri yang di dalamnya termasuk soal hukum, keuangan dan moral. ”Ini tidak terjadi sekarang. Inilah akhirnya akan menjadi keputusan politik. Yang tidak kompeten bisa masuk. Akhirnya, berimplikasi kepada penyelenggaraan pemilu yang tidak maksimal,” katanya menampakkan kekecewaannya.

Pihaknya malah lebih yakin terhadap proses fit and proper test KPU yang lalu. Meskipun mereka ada yang berakhir di ‘trali besi’, tetapi soal pengetahuan tentang Pemilu itu baik. Tingkat pengetahuan mereka jauh di atas rata-rata dari ke 21 calon yang sekarang. Hanya memang di sisi lain mereka lemah. Untuk itulah, hasil evalusai itu menghasilkan adanya pemisahan antara hal-hal yang teknis dan substansial yang diatur dalam UU yang baru (musim).

(Opini Indonesia)