Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kini telah berusia tiga tahun. Banyak produk keputusan yang dihasilkan di tengah keterbatasan kewenangannya. Memasuki tahun ke empat, adakah dampaknya ke daerah-daerah?
Sejak pelantikan anggota DPD RI tanggal 1 Oktober 2004 lalu, lembaga yang dalam istilah di Amerika Serikat adalah Senator ini telah melahirkan 113 produk keputusan. Di antara produknya terdiri dari 10 usul RUU inisiatif DPD, 52 pandangan dan pendapat, 4 pertimbangan atas berbagai RUU, 30 hasil pengawasan dan penyerapan aspirasi daerah serta 17 buah pertimbangan yang berkaitan dengan anggaran.
Demikian beberapa inti dari laporan pimpinan DPD dalam rangka memperingati tiga tahun DPD yang jatuh pada 1 Oktober 2007 lalu. Menurut Ketua DPD, Ginanjar Kartasasmita, banyak masalah daerah telah telah melibatkan peran DPD. Sederet persoalan itu meliputi wacana calon independen untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan presiden (pilpres) dan penerapan otonomi dan desentralisasi. Juga, pemekaran, penggabungan, dan penghapusan daerah, pengelolaan kawasan tertinggal dan perbatasan, pengelolaan wilayah pesisir, penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta penanganan daerah konflik.
Lembaga negara ini juga terlibat dalam menangani persoalan pangan, pelabuhan, lembaga keuangan mikro (LKM), kehutanan, penanggulangan bencana, pariwisata, penanganan lumpur panas Sidoarjo Jawa Timur, Badan Hukum Pendidikan (BHP), Ujian Nasional (UN) dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Juga, penyelenggaraan ibadah haji, Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) serta laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
Hal terbesar dan terus tertunda yang dilakukan DPD adalah mengupayakan adanya amandemen UUD 1945 yang dianggap tidak memberikan wewenang penuh kepada DPD. Menurut mereka, pasal 22 D UUD 1945 telah mengamanatkan tugas, fungsi dan wewenang yang sangat terbatas sehingga tidak dapat berbuat maksimal untuk daerah yang diwakilinya. ”Sebagai lembaga negara yang mengaspirasikan dan mewakili kepentingan masyarakat dan daerah, maka DPD perlu memiliki kewenangan yang luas, minimal sejajar dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Karena keterbatasan fungsi, tugas, dan wewenang itu, maka DPD mengajukan usul amandemen kelima UUD 1945.,” kata hampir semua anggota DPD berikut pimpinannya dalam setiap kesempatan.
Sisa Dua Tahun
Sisa masa tugas DPD di bawah kepemimpinan Ginanjar Kartasasmita, Irman Gusman dan La Ode Ida, lembaga yang refresentasi mewakili daerah ini akan menjalani masa tugas tinggal dua tahun. Ada beberapa hal yang telah, sedang dan akan dikerjakan di antaranya memperkuat komitmen bersama sesuai lima misi yang telah disepakati dan dijadikan program kerja DPD periode 2004-2009. Kelima misi itu adalah memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah. Selain itu, memperjuangkan penguatan status DPD sebagai badan legislatif dengan fungsi kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah. Juga meningkatkan fungsi dan wewenang DPD untuk memperkuat sistem check and balances melalui amandemen UUD 1945 serta mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemangku kepentingan utama di daerah dan pusat.
Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) DPD RI yang dilaksanakan pada 1 Oktober 2007 itu, Ketua DPD RI, Ginanjar Kartasasmita, dalam sambutannya mengajak semua pihak untuk tidak membiarkan tumbuhnya suasana rivalitas dan saling berseteru di antara lembaga negara. Rivalitas dimaksud Ginanjar mengingat beberapa perseteruan yang pernah terjadi antara MA vs MK, Jaksa Agung vs BPK, terutama DPR vs DPD dalam berebut kewenangan. Rivalitas tersebut pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat dan mengalihkan perhatian serta energi dari hal-hal yang seharusnya mendapat prioritas. "Marilah kita saling menghormati dan menjunjung tinggi satu sama lain, agar rakyat merasa tenteram dan yakin terhadap lembaga-lembaga negara berikut pemimpinnya. Janganlah rakyat menjadi korban karena ketidakikhlasan sementara pihak terhadap keberadaan serta fungsi satu sama lain," katanya pada acara yang diawali dengan sarasehan diikuti pemotongan tumpeng dan berbuka puasa bersama para anggota DPD dan jajaran Sekretariat Jenderal DPD serta wartawan itu.
Kehadiran DPD, kata Ginandjar, telah membangkitkan tuntutan agar DPD terus mendorong percepatan desentralisasi dan otonomi daerah dengan mengubah tantangan menjadi peluang. "Kita ingin agar terwujud semangat otonomi daerah yaitu, di samping mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan proses pengambilan kebijakan yang membuka pintu seluas-luasnya kepada partisipasi politik," katanya. (musim)
(Opini Indonesia)
07 Desember 2007
Refleksi Tiga Tahun DPD
Label: Berita dari Opini Indonesia