07 Desember 2007

Fraksi ‘Ngotot', Rapat Konsultasi ‘Deadlock’

Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Zainal Ma’arif angkat kaki dari senayan meninggalkan kursi panas. Fraksi-fraksi berebut untuk dapat mendudukinya. Berbagai argumentasi dilontarkan. Kini, beberapa nama telah muncul untuk menggantikan sesepuh Partai Bintang Reformasi yang kini berselisih dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Pasca pemberhentian Zainal Ma’arif sebagai anggota sekaligus wakil ketua DPR RI, parlemen kini rame dengan perebutah jatah kursi. Masing-masing fraksi berebut untuk dapat menduduki kursi wakil ketua yang ditinggalkan Zainal. Masing-masing merasa berhak menduduki kursi panas itu.

Fraksi-fraksi besar di DPR seperti Fraksi Persatuan Pembangunan (FPP), Fraksi Partai Demokrat (FPD) dan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) bersikeras mempertahankan agar pengisian wakil ketua DPR dengan sistim proporsional. Artinya, meraka yang memiliki kursi terbesar dan belum dapat jatah lah yang harus mengisinya.

Ketua FPP, Lukman Hakim Saefuddin menyebukan bahwa tidak perlu ada kocok ulang pmpinan Dewan. “Kita tidak bisa membiarkan jabatan wakil ketua kosong karena banyak yang harus diselesaikan. Selain itu juga dapat mengganggu kinerja Dewan. Dan untuk mengisinya tidak perlu kocok ulang kaena persoalannya jadi panjang. Cukup mengisi jabatan yang kosong tetapi dengan sistim proporsional sebagaimana dalam menetapkan alat kelengkapan Dewan lainnya,” katanya saat dicegat OPINI Indonesia sesaat sebelum rapat konsultasi pimpinan DPR dan pimpinan fraksi di gedung nusantara III, Senayan (1/8).

Sebaliknya, Fraksi Bintang Reformasi (FBR) ngotot untuk menduduki kembali jatah kursi yang ditinggalkan oleh tokoh PBR yang didepaknya itu. Ketua Umum PBR sekaligus ketua fraksi itu merasa bahwa kursi wakil ketua adalah hak FBR, dimana pemilihan pimpinan Dewan tiga tahun lalu melalui koalisi kebangsaan yang dimotori Partai Golkar, PDIP, dan PKB. Dalam koalisi itu PBR berkoalisi atas nama partai, bukan atas individu Zainal Ma’arif.

Demikian juga dikatakan wakil ketua DPR, Muhaimin Iskandar. Ia menyatakan, kursi Wakil Ketua DPR yang ditinggalkan Zaenal Ma'arif harus diisi kembali oleh partai awal Zaenal, yaitu Partai Bintang Reformasi (PBR). Menurut Cak Imin, demikian sapaan akrabnya, wacana kocok ulang sangat tidak relevan dengan peraturan yang berlaku saat ini. Dukungan Cak Imin terhadap FBR nampaknya khawatir kalau nantinya akan bergulir wacana kocok ulang. Sebab, kocok ulang dapat mengancam posisinya selaku wakil ketua.

Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Ida Fauziah mempertegas pernyataan ketua umumnya itu dengan memperlihatkan tata tertib anggota Dewan. Menurutnya, pasal 26 menyebutkan bahwa jabatan pimpinan Dewan yang kosong harus diisi oleh fraksi yang menduduki kursi sebelumnya. “Dalam hal ini, yang berhak ya FBR,” tegasnya kepada OPINI Indonesia di sela-sela rapat konsultasi guna membahas mekanisme pengisian kursi kosong tersebut.

Mekanisme penentuan pengganti jabatan wakil ketua DPR menjadi rumit dan melahirkan banyak penafsiran fraksi karena tentang mekanisme pergantian tidak diatur dalam UU Susunan dan Kedudukan (Susduk) MPR, DPR RI, DPRD dan DPD. Pasalnya, pada saat penyusunan UU Susduk tersebut tidak pernah terlintas bahwa kasus Zainal Ma’arif meledak setelah dipermasalahkannya praktek poligami yang dilakukannya hingga mengakibatkan pe-recall-an terhadap dirinya.

Mantan wakil ketua DPR, Zainal Ma’arif yang dikenal ramah kepada wartawan terpaksa angkat kaki dari kursinya setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pergantian Zaenal. Kepres bernomor 60/2007 terbitan tanggal 19 Juli 2007 itu sekaligus menghapus impian Zainal untuk menjadi wakil rakyat hingga 2009 nanti. Petualangannya di Senayan resmi berakhir setelah Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR menggelar upacara Pergantian Antar Waktu (PAW) dari Zaenal Maarif kepada Ir Junisab Akbar (31/7) lalu. Ia akhirnya ‘kalah’ setelah lama berseteru dengan pesaingnya Bursah Zarnubi pada mu’tamar PBR di Bali pertengahan tahun 2006 lalu. Akhirnya atas usulan DPP PBR pimpinan Bursah Zarnubi, melalui pimpinan DPR, keluarlah Keputusan Presiden.

Mengerucut

Meskipun rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi ditunda hingga waktu yang belum ditentukan, tetapi telah mengkrucut menjadi dua mekanisme alternative. Pertama, menginginkan pengisian kembali kursi wakil ketua yang ditinggalkan Zainal Ma’arif harus secara proporsional. Kedua, mengacu kepada tata tertib untuk memberikan jabtan wakil ketua kembali kepada Fraksi PBR.

Dua kelompok ini masing-masing di-back-up oleh mereka yang berkepentingan untuk sekedar cari aman hingga untuk bertarung dalam bursa perebutan jabatan. Beberapa nama mulai terdengar bakal muncul sebagai kandidat dari kedua kubu. Dari Fraksi PBR, telah muncul nama ketua umum sekaligus ketua Fraksi PBR, Bursah Zarubi. Sementara di pihak lain, masing-masing Chozin Chumaidy (FPP) dan Syarif Hasan (FPD).

Tidak bertemunya dua keinginan itu, akhirnya rapat konsultasi yang dipimpin langsung oleh ketua DPR, HR Agung Laksono itu kahirnya ditunda. Untuk sementara, kursi salah satu wakil ketua itu terpaksa harus dikosongkan hingga adanya satu kesepakatan baru tentang siapa yang lebih berhak mendudukinya. “Kita berharap penundaan rapat konsultasi ini akan ada loby-loby di luar untuk dicapainya kesepakatan pada pertemuan mendatang,” kata Agung saat konferensi pers seusai rapat.

Agung Laksono yang juga tampil sebagai ketua DPR atas kemenangan koalisi kebangsaan di parlemen dari Partai Golkar itu tidak menyebutkan batas waktu penundaan. “Kami tidak memutuskan waktu rapat kembali, tetapi kami juga tidak akan membiarkan persoalan ini berlarut-larut. Kami akan segera mengundang pimpinan fraksi kembali untuk melakukan rapat serupa. Kami berharap pada rapat mendatang sudah ada keputusan,” katanya. (musim)

(Opini Indonesia)