07 Desember 2007

Tiga Pihak Terkait Buruh Nike

Nasib karyawan Nike akan tersandung PHK, tapi belum jelas siapa yang bertenggungjawab memberikan pesango, Nike-kah atau Sri Hartati Murdaya ?

Pesangon karyawan Nike yang terancam PHK belum jelas. Masing-masing pihak saling lempar tanggung jawab, antara PT Hasi dan Nasa milik Hartati Murdaya dengan pihak Nike. Bisa saja pemerintah pun turun tangan menekan keduanya.

Sementara itu kerjasama Nike Inc dengan PT Hardaya Aneka Shoes Industry (HASI) dan PT Naga Sakti Parama Shoes Industry (Nasa) telah berjalan hampir 20 tahun. Bahkan dalam kontrak produksi tertera tegas, kedua pabrik besar milik pengusaha nasional Sri Hartati Murdaya tersebut tidak boleh memproduksi sepatu selain merk Nike. Ternyata tiba-tiba Nike memutuskan kontrak kerja dengan dua perusahaan itu.

Tidak jelas, apa yang menjadi motif pemutusan kontrak tersebut. Nike hanya menyebutkan bahwa kinerja kedua perusahan di bawah bendera Hardaya Group itu tidak memenuhi standar mutu dan tidak mampu mengirim produk sesuai jadwal. Sementara pihak Hartati membantah. Di sisi lain, beberapa pengamat dan pengusaha menilai permasalahan sebenarnya ada di antara kedua belah pihak, dan itu adalah rahasia perusahaan mereka yang masing-masing tidak mau diungkap. Yang jelas itu adalah masalah bisnis.

Sementara itu, para karyawan PT HASI dan PT Nasa tak henti-hentinya melakukan demonstrasi guna menuntut Nike Inc tetap mempertahankan kontrak kerja dengan kedua perusahaan milik Sri Hartati Murdaya itu. Namun nampaknya hubungan kedua perusahaan Indonesia dan perusahaan Amerika itu tak dapat dipertahankan. Sudah saatnya untuk berfikir menyelamatkan nasib sekitar 14.000 karyawan, yang masing masing 7.500 karyawan PT HASI di Pasar Kemis, Tangerang dan 6.500 lainnya karyawan PT Nasa di Pasir Jaya, Tangerang.

Karyawan benar-benar merasa dirugikan karena kontrak belum selesai. Mereka tidak mau menjadi pengangguran. Mereka belum siap karena pemutusan kontrak dirasakan secara tiba-tiba. Untuk itu, melalui demonstrasi yang dilakukan beberapa kali, para karyawan mengajukan dua alternatif yaitu mengikuti MoU untuk melanjutkan kontrak hingga Maret 2008. Atau pemegang merk sepatu Nike memberi pesangon sebagai bentuk konpensasi keputusannya mengakhiri kontrak produksi. Bila tidak ditemukan solusi yang adil, kasus ini akan menjadi preseden buruk bagi industri nasioonal yang sebagian besar beroperasi dengan mengandalkan kontrak produksi dari produk-produk global.

Para karyawan adalah telah sah dalam kontrak kerja dengan PT HASI dan Nasa. Karyawan hanya mengetahui mereka bekerja di PT HASA dan Nasa. Sewajarnya para karyawan meminta pesangon di tempat mereka bekerja. Namun cukup dilematis ketika Hartati Murdaya mengaku tidak sanggup membayar pesangon para karyawannya. Sebaliknya, ia menuntut Nike bisa menyelesaikan konpensasi pemutusan kontrak untuk membayar pesangon kepada karyawan.

Sementara di sisi lain, Nike tidak memiliki kontrak langsung dengan buruh, tetapi dengan PT HASI dan PT Nasa. Oleh karena itu, berdasarkan kontrak dengan karyawan, maka PT Hasa dan PT Nasa itulah yang harus menanggung kewajiban perburuhan, termasuk membayar uang pesangon.

Tiga pihak terkait

Masalah karyawan yang terancam PHK menjadi persoalan yang tidak lepas dari tiga pihak terkait yaitu Nike, PT. Hasi-Nasa dan pemerintah. Pembicaraan antara Nike dengan manajemen PT HASI dan Nasa belum menuai kesepakatan. Wal hasil, karyawa kembali menjadi beban pemerintah, karena pemerintah berkewajiban memenuhi lapangan kerja dan memberantas pengangguran.

Sementara itu pihak komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku belum mendapatkan penjelasan resmi terkait masalah ini. Wakil Ketua Komisi IX Max Sopacua mengatakan masing-masing pihak seharusnya dapat memberikan penjelasan soal masalah ini, baru pemerintah juga dapat memberikan jalan keluar, tentu saja tidak dalam kontek membayar pesangon.

Max menegaskan, kalau ada pemutusan hubungan kerja (PHK) maka harus ada pesangon. “Perusahaan punya hak dan kewajiban. Perusahaan berhak untuk berusaha dan mempekerjakan orang tapi ia juga berkewajiban membayar gaji dan pesangon bagi karyawan,” kata pimpinan komisi yang menangani masalah tenaga kerja ini.

Lebih lanjut, sebelum pemerintah dapat mengambil keputusan, masalahnya harus jelas dulu. Ada apa dengan kedua belah pihak, bagaimana dengan buruh?. Tetapi yang jelas, yang bertanggung jawab terhadap keberadaan buruh saat ini adalah perusahaan tempat mereka bekerja. “Yang bertanggung jawab terkait pesangon karyawan, ya perusahaan di mana tempat mereka bekerja dong. Terserah uang pesangonnya dari mana. Kecuali ada perjanjian-perjanjian sejak awal diantara kedua perusahaan dengan Nike,” katanya.

Nike ini adalah sebuah merk yang mempercayakan perusahaan di Indonesia. PT HASI dan Nasa yang menjadi mitra Nike berhak mempergunakan merk itu untuk memproduksi sepatu merk Nike bagi konsumen di Indonesia. “Jadi, persoalnnya kalau ditelusuri kan gampang sekali. Tidak bisa dilemparkan ke pihak lain. Perusahaan di Indonesia lah yang bertanggung jawab mengurus karyawan itu,” tegasnya.

Persoalan buruh, lanjut Max, memang tanggung jawab pemerintah. Untuk itu perlu ada klarifikasi, peran pemerintah sejauh mana. Jangan sampai pemerintah yang menerima beban membayar pesangon, padahal yang menikmati keuntungan adalah perusahaan swasta. Seolah-olah pemerintah harus bertanggung jawab, padahal yang membuat pemutusan hubungan kerja ini bukan pemerintah. “Buruh mestinya mengklarifikasi kepada pemerintah maunya apa dan perusahaan bagaimana,” tanya Max.

“Kita perlu duduk satu meja, kita perlu membahas di antara semua pihak. Apakah Jamsostek yang bayar? Ya, boleh-boleh saja tapi caranya bagaimana. Karyawan begitu banyak, angaran dari mana, dan kenapa harus terjadi?. Perlu dibicarakan semua,” tambahnya.

Soal siapa yang harus membayar pesangon, itu jelas adalah tugas perusahaan. Pemerintah hanya sebatas memfasilitasi dan membuat clear permasalahan. Untuk itu, Komisi IX akan memanggil semua pihak ke DPR untuk menjelaskan semuanya. (musim)