07 Desember 2007

Mekanisme Pengangkatan Sekjen DPR

Kebijakan Sekretariat Jendral (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak populis adalah dampak dari tidak adanya kontrol dari DPR karena pertanggungjawaban Sekjen tidak melalui paripurna kepada seluruh anggota Dewan. Solusinya?
Sekjen DPR RI seringkali luput dari pengawasan anggota Dewan. Seringkali Sekjen DPR membuat kebijakan yang tidak populis yang menyulut protes dari masyarakat. Sederetan kasus telah menjadi bahan kritikan terhadap kalangan parlemen karena terkesan lebih mementingkan diri sendiri dari pada mengedepankan kepentingan rakyat. Sebelumnya, Parlemen dihujani kritikan terkait pembangunan pagar, taman dan peralatan pengamanan di lingkungan DPR RI. Selain itu, rencana pembelian 550 laptop untuk masing-masing anggota Dewan yang akhirnya dapat digagalkan, serta rencana redesain gedung DPR yang kini masih kontroversi.

Sekjen DPR RI merupakan unsur penunjang DPR, yang berkedududukan sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekjen bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. Sekjen DPR yang kini dipimpin oleh Faisal Jamal memang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan dan fasilitas anggota DPR. Tetapi dalam prakteknya, Sekjen seringkali mengeluarkan kebijakan yang berlebihan yang menimbulkan image buruk terhadap anggota Dewan sendiri. Anggota Dewan selalu menuai makian dari masyarakat, meskipun pada dasarnya, kesemuanya adalah kebijakan Sekjen.

Di sisi lain, DPR tidak terlibat dalam pengangkatan Sekjen. Sekjen bernaung di bawah Peraturan Pemerintah PP No. 23 tahun 2005 dan Peraturan Sekjen No. 400/SEKJEN/2005. Di mana, susunan organisasi dan tata kerja Sekjen ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Sehubungan dengan itu, beberapa anggota DPR mengusulkan metode baru pemilihan Sekjen DPR. Hal tersebut juga seiring Sekretaris Jendral, Faisal Jamal yang akan memasuki masa pensiun pada akhir tahun 2007 ini. Sekjen nantinya diharapkan dapat menjaga citra DPR dan tidak membuat kebijakan tidak populis, apalagi berorientasi proyek. Mekanisme yang dimaksud adalah pengangkaan Sekjen harus melalui fit and proper test dan dipilih langsung oleh anggota DPR. Jadi, dengan pengangkatan Sekjen yang dilakukan oleh DPR berarti DPR pun berhak meminta pertanggungjawaban kepada Sekjen. "Pengangkaan Sekjen ke depan harus mealui pemilihan langsung oleh anggota DPR serta memakai fit and proper test," kata Wakil Sekretaris FPDIP Aria Bima dalam diskusi di Press Room DPR, Senayan, beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, Sekjen DPR dapat diawasi dan dimintai pertanggung jawabannya melalui paripurna. “Sekjen juga harus diawasi dan dimintai pertanggungjawabannya oleh seluruh anggota Dewan. Sering kali kita tidak tahu, tiba-tiba ada program dan akhirnya rakyat menghujat seolah-olah DPR yang memutuskan," tambah Arya.

Hal yang sama dikemukakan oleh anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Alvin Lee. Menurut Alvin, sistem pengangkatan melalui paripurna merupakan cara yang lebih transparan. Dan hal ini justeru akan menambah kualitas Sekjen DPR sekaligus dapat memahami tugas-tugas DPR. "Kalau yang memilih adalah seluruh anggota Dewan, maka Sekjen akan sesuai dengan kebutuhan Dewan. Dengan demikian, Dewan dapat memilih yang dapat bekerja sama dan meningkatkan citra DPR," katanya.

Selain itu, kata Alvin, legitimasi dari hasil pemilihan oleh seluruh anggota melalui paripurna dapat melakukan control terhadap Sekjen. Hal ini juga dapat menghindari kebijakan tidak populis seperti sebelumnya.

Libatkan User

Pengangkatan Sekretaris Jendral DPR dari orang-orang karir dan rata-rata orang dalam DPR menjadi dilemma tersendiri. Mereka diangkat dari orang yang secara kepangkatan sudah memenuhi syarat dan sangat seniour di dalam lingkungan Sekretariat Jendral. Mereka tidak diangkat oleh user-nya alias anggota Dewan sendiri.
Menurut Pengamat Parlemen, Sebastian Salang, mekanisme seperti itu sudah seharusnya dirubah mengikuti perkembangan. DPR membutuhkan supporting system yang kuat untuk menopang kinerja DPR. Selama menggunakan mekanisme pengangkatan sekjen masih dengan pola lama, tidak ada harapan akan adanya perubahan mendasar.

Oleh karena itu, dibutuhkan ada terobosan baru. Misalnya, memberikan peluang bagi orang-orang di luar Sekretariat Jendral untuk ikut berkompetisi dalam pencalonan menjadi Sekretaris Jendral. “System pemilihannya harus melalui fit and proper test di DPR. Siapa yang memperoleh nilai terbaik, dialah yang layak. Nilai terbaik ini tentu diukur berdasarkan kemampuan, visi perubahan dan komitmen kerjanya,” kata Direktur Forum Pemantau Parlemen Indonesia (FORMAPPI) itu.

Dengan system seperti itu, kata Sebastian, dapat membantu mendorong agar Sekjen ke depan dapat lebih bekerja secara professional. Tidak lagi berkompetisi sebagaimana yang dituduhkan public bahwa Sekjen hanya berorientasi proyek. “Selama ini, mereka kan saling tuding. DPR menuding, itu kebijakan Sekjen, sementara Sekjen mengatasnamakan kepentingan dan kebutuhan DPR. Mekanisme saat ini masih memberikan peluang berkelit. Saya yakin, mekanisme baru akan menutup ruang itu,” tambahnya.

Dengan sitem baru, juga, akan dapat menciptakan mekanisme kerja satu arah. Artinya, Sekjen DPR benar-benar menjadi lembaga yang pengangkatan, control dan pertanggung jawabannya dari dan oleh seluruh anggota DPR melalui paripurna. Berbeda dengan saat ini, di mana sekjen bertanggung jawab kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (MENPAN), bukan kepada pimpinan DPR. Dengan model pertanggungjawaban tersebut, berarti ada tuntutan bagi Sekjen untuk meningkatkan kerjanya. “Karena yang mengontrol dan meminta pertanggung jawabnya orang lain. Dia tidak bertanggung jawab kepada user-nya. Mestinya yang tau kinerja mereka kan user,” cetusnya. (musim)

(OPINI Indonesia / Edisi 68 / 17 - 24 Agustus 2007)