07 Desember 2007

Revisi Terbatas; Calon Indpenden Harap-Harap Cemas

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang memperbolehkan calon independen dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Implementasi usulan revisi UU 32/2004 diperkirakan akan lambat karena Parpol berkepentingan mengamankan calon-calon mereka di daerah. Akankah Pilkada di banyak daerah akan berpolemik?

Para kompetitor pada Pilkada yang akan berlangsung di beberapa daerah nampaknya harap-harap cemas terhadap keputusan MK yang memperbolehkan adanya calon independen. Keptusan MK telah membuka harapan bagi mereka yang bukan dari kalangan politisi partai politik (Parpol) atau mereka yang tidak memiliki kendaraan politik dalam Pilkada. Di sisi lain, keputusan itu membuat parpol kalang kabut, sebab kehadiran calon independen bakal mengurangi peran Parpol dalam setiap Pilkada. Lebih-lebih kalau revisi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan serta aturan pelaksana calon independen dikeluarkan, maka peta kekuatan di masing-masing daerah akan berubah.

Sebelumnya, MK telah mengeluarkan putusan nomor 5/PUU-V/2007 tentang diperbolehkannya calon independen. Putusan tersebut adalah salah satu dari beberapa putusan yang secara berturut-turut dikeluarkan. Beberapa putusan lain diantaranya tentang anggaran pendidikan 20 persen, kewenangan KY dan pengadilan tipikor.

Kini, pemerintah mulai disibukan dengan putusan tentang calon independen tersebut. Pasalnya, belum ada satu peraturan pun yang mengatur tentang calon independen. Pada 1 Agustus lalu, pimpinan Dewan bersama-sama dengan pimpinan fraksi melakukan rapat konsultasi terkait masalah tersebut.

Dalam rapat itu memutuskan untuk merevisi terbatas UU No.32/2004. Sementara, selama proses revisi terbatas UU ini, Pilkada yang digelar saat itu tetap menggunakan UU yang lama. Artinya, calon independen belum diperbolehkan sampai tuntasnya proses revisi.

Revisi terbatas ini cukup untuk menjadi payung hukum bagi calon independen dalam keikutsertaannya di Pilkada. "Kalau dengan revisi terbatas, ruang dialog akan semakin luas. Kalau Perppu tidak ada ruang dialog publik dan cenderung searah. Sementara KPU tidak bisa membuat UU yang mengikat. Karena itu, DPR mengambil inisiatif memilih revisi terbatas," kata Ketua DPR, HR Agung Laksono saat itu.

Namun Agung menegaskan, agar langkah DPR ini paralel dengan langkah pemerintah. Untuk itu, pemerintah juga telah mengajak DPR melakukan rapat konsultasi yang akan digelar 22 Agustus 2007 mendatang. Rapat itu menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Hatta Rajasa, akan menentukan inisiator untuk merevisi UU Pemerintahan Daerah tersebut.

Menteri berambut putih itu menyebutkan, pemerintah sangat mendukung putusan MK yang menyetujui adanya calon independen dalam pilkada. Namun Hatta belum dapat memastikan, kapan peraturannya akan selesai. Sebab, hal ini sangat tergantung pembahasan dengan DPR nanti. Tetapi yang jelas, menurut Hatta, calon independen tidak memerlukan Perpu, cukup dengan merevisi sejumlah pasal UU Pemda itu. "Pasal yang akan direvisi tidak banyak kok. Hanya beberapa pasal saja yang mengenai calon independen. Yang lain tidak akan direvisi," katanya.
Tidak Boleh Pilkada

DPR bisa saja menerima putusan MK tentang calon independen. Tapi setidaknya, DPR sebagai representasi Parpol di Parlemen tidak akan mempermudah begitu saja. Mereka akan ‘bermain’ pada presentase dukungan. Buktinya, beberapa suara telah menggeret agar calon independen dapat berkompetisi menjadi calon kepala daerah apabila didukung oleh 25 persen calon pemilih.

Berbeda dengan Partai Demokrat yang hanya menginginkan angka 7,5 persen dari jumlah penduduk sebagai syarat bagi calon independen. Mungkin saja karena lebih ingin melihat kepala daerah dari non parpol mengingat Partai Demokrat hanya sedikit daerah yang bisa dimenangkan daam Pilkada. Menurut Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, angka ini akan diperjuangkan dalam revisi UU 32/2004 nanti.

Dikatakannya seusai diskusi tentang calon independen di Hotel Four Season, Jakarta, (13/8), Anas menegaskan, angka 7,5 persen merupakan angka yang tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak terlalu rendah. Karena dalam putusannya, MK menyebutkan syarat calon independen tidak boleh lebih berat dari syarat calon yang melalui partai. "Sesuai dengan prinsip keseimbangan jumlah ini tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan karena kita ingin calon independen harus menunjukkan kapasitas mereka dengan basis dukungan masyarakat. Selain itu untuk mencegah sembarangan orang mencalonkan diri," katanya.

Ditambahkan, dengan syarat 7,5 persen, maka jumlah maksimal pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada hanya sekitar 13 pasangan. Ia membantah tudingan bahwa parpol-parpol anti calon independen. Karena selama ini dalam berbagai pilkada yang sudah dilaksanakan, banyak partai yang mencalonkan orang non parpol.
Sementara itu, Sekjen DPP PKB menyatakan tidak keberatan dengan adanya putusan MK tersebut. Akan tetapi perlu dipertegas bahwa setidaknya mereka harus mendapatkan dukungan yang tinggi dari masyarakat. “Kalau ada calon independen yang terpilih harus juga mencermati bagaimana kepala daerah terpilih dapat bekerjasama dengan parlemen. Kalau tidak, saya khawatir hal itu bisa jadi kendala nantinya,” katanya.

Terkait presentase dukungan syarat calon independen, putri Gus Dur ini juga sependapat dengan Partai Demokrat. Ia menyebutkan bahwa angka 7,5 % sudah cukup sebagai syarat menjadi calon kepala daerah. Namun Yeni yang memiliki nama lengkap Siti Zannuba Arifah Wahid ini tidak bisa memastikan kapan revisi itu akan selesai dibahas.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti memperkirakan pembahasan revisi UU ini akan alot. “Bisa jadi parlemen akan sedikit menghambat proses revisi. Bagaimana pun, parlemen berkepentingan terhadap UU ini dalam rangka tidak memberikan uang yang luas bagi calon independen. Sebenarnya, DPR bisa saja menyelesaikannya dengan cepat, tetapi itulah persoalannya,” papar Ray.
Persoalannya kemudian adalah, selama proses revisi pilkada tidak boleh diadakan. Pilkada harus menunggu UU hasil revisi. Sebab, hasil Pilkada cacat hokum dan bisa saja digugat dikemudian hari. (musim)

(OPINI Indonesia/Edisi 64/20-27 Agustus 2007)