24 April 2008

Penyelenggara Haji Berselisih, Terkait Setoran kah?

Alasan pencabutan izin operasional PT Al Amin Universal dan PT Maktour oleh Departemen Agama Republik Indonesia, tak terbukti. Ada miss komunikasi di antara ke dua belah pihak. Akankah ada kaitannya dengan kurangnya setoran?

Banyak orang memiliki biaya, namun tak mempunyai waktu yang banyak untuk melaksanakan ibadah haji. Tidak sedikit di antara mereka yang berniat berangkat ke tanah suci secara mendadak lantaran waktu luang yang secara tiba-tiba dimilikinya. Mereka biasanya terdiri dari orang-orang sibuk yang tidak dapat mengikuti prosedur sebagaimana mekanisme yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Selain itu, mereka juga membutuhkan fasilitas yang lebih bagus untuk kenyamanan menjalankan ibadah. Dengan fasilitas hotel berbintang lima, dekat dari Masjidil Haram dan lebih leluasa dalam melakukan ziarah ke tempat-tempat bersejarah. Mengeluarkan biaya yang lebih besar dari Ongkos Naik Haji (ONH) biasa tak masalah, sebab mereka adalah masyarakat dengan golongan ekonomi kelas menengah ke atas.

Itulah pangsa pasar PT Al Amin Universal, sebuah perusahaan travel penyelenggara ibadah haji yang dicabut izin operasionalnya oleh Depag RI dengan tuduhan sering menggunakan paspor hijau itu. ”Kami selalu dinamis dalam menerima paket yang diinginkan pasar. Kami mempunyai banyak paket pilihan sesuai kebutuhan pasar,” kata direktur PT Al Amin, Melina L Muharli, saat ditemui OPINI Indonesia di kantornya, Jl. Pakubuono VI No. 109 Kebayoran Baru, Jakarta (2/4).

Itulah sebabnya PT Al Amin Universal sering memberangkatkan jama’ah haji dengan tidak menggunakan paspor cokelat sebagaimana aturan dari Depag. Berdasarkan hasil kesepakatan antara pemerintah RI dengan Pemerintah Arab Saudi, jama’ah haji asal Indonesia harus menggunakan paspor cokelat. Akibatnya, Depag mencabut izin operasional PT Al Amin Universal bersama-sama dengan PT Maktour yang dinilai menyalahi aturan pemerintah. PT Al Amin Universal dituduh menggunakan paspor hijau, sementara PT Maktour dianggap telah melakukan pemalsuan dokumen.

Kurang Komunikasi

Departemen Agama RI dinilai tidak komunikatif dengan perusahaan yang berhubungan langsung dengan program-programnya termasuk dalam penyelenggaraan ibadah haji. Melani L Suharli menyayangkan sikap Depag yang kemudian mencabut izin operasional perusahaannya tanpa ada komunikasi dan sosialisasi terlebih dahulu.

Melani mengaku belum pernah mendapatkan surat teguran maupun surat peringatan dari Depag sebelum izin operasional perusahaan yang dirintis berdua bersama suaminya itu dicabut. ”Depag kurang komunikasi dengan kita. Padahal Depag kita anggap sebagai pembina. Sebelumnya juga tidak pernah ada sosialisasi sehingga dengan adanya peraturan baru, kita jadi kaget. Apalagi di saat kita belum siap,” kata istri dari Muhammad Suharli ini.

Melani menambahkan, bahwa apa yang dituduhkan Depag dalam berita acara tak semuanya benar. ”Kami memang memberangkatkan jema’ah bukan dengan paspor cokelat. Mereka adalah petugas kesehatan dari Departemen Kesehatan. Kami dianggap menggunakan paspor hijau, padahal kami mengguankan paspor biru. Namun tanpa ada klarifikasi, seminggu kemudian langsung dicabut. Seharusnya ada klarifikasi dulu,” tambah Melani.

Terbukti, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memberikan keputusan sela bahwa baik PT Al Amin maupun PT Maktour tidak menyalahi prosedur. Sebelumnya, begitu pencabutan izin operasional dilakukan, PT Al Amin langsung bersurat kepada Menteri Agama dengan tembusan ke Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. PT Al Amin tidak terima atas keputusan Depag tersebut. Merasa tidak bersalah, PT Al Amin menempuh jalur hukum dengan membawanya ke PTUN.

”Depag tidak perlu bangga dengan sikap tegasnya mencabut izin. Seharusnya Depag melakukan pembinaan untuk memaksimalkan penyelenggaraan haji oleh pihak lain. Yang kami lakukan ini juga dalam rangka membantu masyarakat yang ingin beribadah. Kami membantu mereka yang memiliki waktu sedikit, di mana mereka tidak dapat mengikuti prosedur Depag.,” terang Melani yang kini sebuk melakukan pemulihan nama baik akibat tindakan Depag itu.

Sementara itu, anggota Komisi VIII, Imam Supardi, berharap perselisihan antara Depag dengan PT Maktour dan PT Al Amin Universal dapat diselesaikan secara arif. Jangan sampai berdampak buruk terhadap pelayanan jama’ah haji ke depan.

Sesungguhnya, Undang-Undang Penyelenggaraan Haji menegaskan bahwa penyelenggaraan haji bisa dilakukan oleh Departemen Agama maupun operator lain seperti biro jasa pelayanan haji sebagaimana dilakukan oleh PT Maktour dan PT Al Amin. Akan tetapi masalahnya adalah pada jenis paspor yang dipergunakan.

”Sebenarnya tidak ada larangan bagi semua orang untuk berhaji menggunakan paspor hijau. Akan tetapi perlu ada penertiban dalam melaksanakan hasil kesepakatan pemerintah RI dengan Arab Saudi agar menggunakan paspor cokelat,” kata Imam yang juga anggota Fraksi Golkar ini.

Adakah kaitannya dengan masalah setoran? Imam cenderung melihatnya demikian. ”Saya memang tidak mengetahui lebih jauh karena kedua PT itu tidak terbuka mengungkapkannya. Akan tetapi, saya cenderung melihatnya ke arah itu (setoran, red),” ungkapnya.

Buktinya, PT Maktour di bawah pimpinan Fuad Hasan Masyhur telah bebas dari tuntutan penutupan seperti yang disamapaikan oleh Depag beberapa waktu lalu. Pengadilan Tinggi PTUN Jakarta Timur, sejak 18 Maret membatalkan penutupan PT Maktour. Bahkan, PT Maktour tidak terpengaruh dengan keputusan dari Departemen Agama itu. Semua kantor cabangnya di seluruh Indonesia telah beroperasi secara normal kembali. Tudingan Depag tentang pemalsuan paspor tidak terbukti sama sekali.

Kemudian PT Al Amin juga menyusul mendapatkan keputusan Sela. Kini perusahaan yang juga memiliki cabang di Kalimantan dan Sulawesi ini pun tengah sibuk menerima telephone dari konsumennya yang menanyakan keberlangsungan perusahaannya itu. (MH)

(OPINI INDONESIA/Edisi 94)