Jema’at Ahmadiyah dinilai tidak menepati janji dalam melaksanakan 12 butir kesepakatannya dengan pemerintah. Kini, pengikut setia Mirza Gulam Ahmad itu tinggal menunggu waktu pelarangannya. Seperti apakah reaksi Jema’at Ahmadiyah?
Inilah akhir dari negosiasi panjang antara Jema’at Ahmadiyah dengan pemerintah. Aliran kepercayaan yang sejak awal menuai konflik di beberapa daerah itu tinggal menunggu Surat Keputusan Bersama (SKB). Berdasarkan hasil rapat koordinasi antara Menkopolhukam, Kapolri, Panglima TNI, Menag, Jaksa Agung, Mendagri dan Menkum HAM, pemerintah melarang ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
Menurut Menkopolhukam Widodo AS, hasil rapat di Kantor Menkopolhukam, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta, (17/4) itu menginstruksikan kepada Mendagri Mardianto, Menag Maftuh Basyuni dan Jaksa Agung Hendarman Supanji untuk merumuskan surat keputusan bersama. Hal ini sesuai dengan prosedur yang diatur UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Namun pihaknya belum memastikan, kapan SKB itu akan dikeluarkan.
Keputusan tersebut diambil setelah Jema’at Ahmadiyah dinilai tidak melaksanakan 12 butir kesepakatan dengan pemerintah. Pada Januari lalu, Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) menyatakan bahwa Ahmadiyah bukan aliran sesat. Keputusannya saat itu dikeluarkan setelah adanya klarifikasi dari Jema’at Ahmadiyah tentang 12 ajarannnya. Mempertimbangkan hasil 7 kali dialog antara Jema’at Ahmadiyah dan Depag, maka Bakor Pakem saat itu kemudian memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada Ahmadiyah untuk membuktikan pernyataannya bahwa ajarannya sama dengan Islam.
Meskipun Majelis Ulama Indonesia tetap ’ngotot’ menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah sesat, namun Bakor Pakem saat itu menilai bahwa ke-12 ajaran yang disampaikan oleh Ahmadiyah tidak bertentangan dengan 10 ciri aliran sesat versi MUI itu. ”Kalau kita bandingkan dengan ciri-ciri aliran sesat MUI, rasanya Ahmadiyah tidak bertentangan. Lag pula Ahmadiyah juga terdaftar di Departemen Dalam Negeri pada tahun 1953 sebagai ormas keagamaan,” jelas Ketua Bakor Pakem, Wisnu Subroto waktu itu.
Tidak demikian realitas yang ditunjukkan Jema’at Ahmadiyah. Oleh karena itu, saat ini Baporpakem juga menyatakan bahwa Ahmadiyah tidak melaksanakan 12 butir kesepakatan yang dihasilkan pada pertemuan Januari 2008 lalu. Maka, pihaknya juga meminta jemaat Ahmadiyah agar menghentikan segala aktivitas mereka.
Reaksi Ahmadiyah
Menanggapi pemberitaan di media terkait larangan terhadap ajarannya, juru bicara Jema’at Ahmadiyah Indonesia, Zafrulloh Pontoh menghimbau kepada jema’atnya agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh berita-berita tidak resmi yang datang bukan dari pimpinan Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Beberapa poin statmen Zafrulloh dalam siaran persnya disebutkan, pemerintah RI tidak melarang Jema’at Ahmadiyah Indonesia, sebab masih akan akan melalui proses selanjutnya. Oleh karena itu, pihaknya menghimbau agar masyarakat tidak melakukan tindakan melawan hukum dan kekerasan terhadap warga Jema’at Ahmadiyah. Zafrulloh juga menegaskan bahwa pada dasarnya Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi resmi yang berbadan hukum dan bukan organisasi terlarang.
Hal senada disampaikan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam. Ia menilai tindakan pemerintah melarang Ahmadiyah tidak tepat. Sebab dalam catatan sejarah organisasi itu tidak pernah membahayakan pemerintah. Bahkan mereka sangat loyal terhadap pemerintah. Demikian dikatakan Asvi dalam seminar national Leadership Institute, di Jakarta, (17/4).
Terkait dengan itu, Asvi menilai bahwa pemerintah tidak mengerti sejarah. Ia mengungkapkan bagaimana Jjema’aat Ahmadiyah justeru disenangi oleh umat Islam saat masuk di Jogjakarta pada awal abad 20 silam. Jema’at ini justeru turut membendung misionaris.
Terlepas dari itu, Jema’at Ahmadiyah tetap meminta perlindungan agar keamanannya terjaga. Salah satu pimpinan jamaah Ahmadiyah Anwar Haji Muhamad Soleh menyebutkan bahwa pihaknya telah meminta perlindungan kepada Polri. Pihaknya khawatir, pernyataan tentang larangan Ahmadiyah akan menimbulkan efek-efek di masyarakat.
Dia berharap dengan membuat laporan ini, para anggota jema’at dapat terjamin keselamatan jema’aatnya yang kini mencapai 500 ribu orang. Mereka sangat khawatir akan ada tindakan kekerasan dari masyarakat.
Terkait dengan itu, pemerintah telah menjamin tidak akan ada intimidasi dan tindakan anarkis yeng membahayakan mereka. Pemerintah akan melindungi Jema’at dari ajaran yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 1925 itu. Pemerintah. (MH)
(OPINI INDONESIA/Edisi 96/Nasioanl?
09 Mei 2008
Abaikan Kesapakatan, Ajaran Ahmadiyah Dilarang
Label: Berita dari Opini Indonesia







