20 Mei 2008

Kenaikan BBM, Kado 10 Tahun Reformasi dan 100 Tahun Kebangkitan Nasinal

Kegembiraan menyambut 10 tahun reformasi dan 100 tahu kebangkitan nasional berubah menjadi kepedihan. Sebab, pemerintah memberikan kado ’kenaikan BBM’ kepada rakyat Indonesia. Tetapi justeru kesengsaraan rakyat itu menjadi mainan politik menyongsong Pemilu 2009.

Semestinya moment bersejarah dirayakan dengan sukacita oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Hal itu berarti ada keberhasilan besar yang diraih selama satu dekade terakhir. Di saat suka cita menyambut sepuluh tahun reformasi dan seratus tahun kebangkitan nasional, ternyata rakyat Indonesia harus menghadapi kenyataan sulit, harga bahan bakar minyak (BBM) akan dinaikkan yang diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok. Adakah reformasi itu dan benarkah Indonesia telah bangkit?.

Tak pelak, rencana kenaikan harga BBM telah menyulut reaksi berbagai elemen masyarakat. Mereka menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM hingga 30 persen itu. Kebijakan itu dinilai sebagai kontradiksi reformasi yang seharusnya membuat rakyatlebih sejahtera.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, menilai bahwa reformasi sudah kehilangan arah. Menurutnya, kepemimpinan yang ada kurang mengarahkan untuk kesejahteraan rakyat. Sebaliknya malah diarahkan untuk kelanggengan kekuasaannya. Jelas, pendapat Din itu disampaikan terkait rencana pemerintah menaikkan harga BBM sebagai pengaruh dari melonjaknya hargaminyak mentah dunia.

Menaikkan BBM adalah salah satu opsi yang dipilih pemerintah untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008 dan 2009. Sebab, APBN mengalami defisit setelah asumsi pemerintah tentang harga minyak mentah dunia meleset. Meskipun demikian, tetap saja akan berdampak terhadap rakyat. Oleh karena itu Din Syamsudin tak ragu menolaknya. "Saya berpendapat yang paling rendah kemudharatannya adalah dengan tidak menaikkan BBM. Karena apapun alasannya, ujung-ujungnya hanya akan menyengsarakan rakyat kecil," katanya seusai menghadiri peluncuran buku Amien Rais di Wisma Serba Guna Gelora Bung Karno, Senayan, (13/5).

Dipolitisir

Penolakan rencana kenaikan BBM dinilai beragam, dari yang benar-benar tulus merasakan dampak buruknya melalui efek domino kenaikan harga kebutuhan pokok hingga yang hanya memanfaatkan moment guna menjatuhkan citra pemerintah. Tentu isu ini sangat strategis sebagai senjata politik menyongsong Pemilu 2009.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Syamsir Siregar, misalnya, mensinyalir ada upaya-upaya elit dalam memanfaatkan moment ini. Termasuk dibalik gerakan-gerakan massa menolak rencana pemerintah menaikkan BBM itu. Meskipun demikian, Syamsir enggan menyebutkan siapa elit-elit politik dimaksud.

Pemerintahan SBY-JK mendapat tekanan keras dari bebagai elemen, DPR, mahasiswa hingga para tokoh yang secara berkomentar secara personal. ”BBM naik, SBY-JK turun”, ”Jangan pilih presiden yang menaikkan harga BBM”, demikian yel-yel yang populer didengungkan dalam berbagai aksi massa yang dipusatkan di depan Istana.

Sementara itu di parlemen, Fraksi PDI Perjuangan akan menggalang kekuatan bersama fraksi lain untuk mendatangkan Presiden SBY ke gedung DPR sebelum kebijakan kenaikan BBM diputuskan. "FPDIP tetap akan mengajak fraksi lain di DPR dan Ketua DPR untuk menolak rencana tersebut. Kami minta Presiden SBY dialog dan debat terbuka," ujar Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo, di Gedung DPR (13/5).

Menurut pimpinan fraksi partai oposisi itu, masih banyak opsi lain jika pemerintah tidak ingin menyengsarakan rakyat. Kebijakan menaikkan BBM tanpa berusaha mencari opsi lain menunjukkan pemerintah tidak melihat kesengsaraan masyarakat. "Masih banyak opsi lain yang bisa dilakukan pemerintah. Pemerintah harus melihat realitas masyarakat," terangnya.

Tjahjo juga menilai bahwa konpensasi dari kenaikan BBM melalui bantuan langsung tunai (BLT) tidaklah efektif. Juga terjadinya banyak masalah dalam sistem penyalurannya. "Konpensasi Rp.100 ribu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dari dampak kenaikan BBM," tambahnya.

Tidak hanya FPDI Perjuangan yang menyatakan menolak kenaikan BBM. Beberapa fraksi sperti FPAN, FPBB, FPKS, FPDS, FPKB menyatakan sikap yang sama. (Mukhlis Hasyim)

(OPINI INDONESIA/Edisi 100/Nasional)