Wajah Islam mulai tampil di ruang publik sejak dicabutnya larangan berjilbab di perguruan tinggi. Berkuasanya partai berbasis Islam di Turki berpeluang menggeser sekulerisme menuju pemerintahan Islam kembali
Setelah sekitar 85 tahun meninggalkan Khilafah Islamiyah, kini tanda-tanda pemerintahan yang Islami muncul kembali di Turki. Presiden Abdullah Gul, telah mencabut larangan berjilbab di perguruan tinggi atas dukungan mayoritas anggota parlemen (10/2) lalu. Abdulah Gul adalah presiden Turki yang dalam Pemilu presiden 2007, diusung oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), sebuah partai Islam pemenang Pemilu. Ia sempat dijegal karena dianggap barlatar belakang penganut Islam yang taat dan hendak menghancurkan Kemalisme (sekulerisme ala Mustofa Kemal At Taturk, red).
Pencabutan larangan berjilbab ini disahkan setelah melewati pemungutan suara 550 anggota Parlemen (6/2). Sebanyak 401 anggota parlemen menyetujui, 110 anggota lainnya menolak.
Sebelumnya, Turki melakukan pengekangan terhadap pelaksanaan ajaran agama. Islam sebagai agama mayoritas penduduk Turki mengalamai kehilangan identitas. Sebab, sejak dilakukannya modernisasi Turki oleh Mustofa Kemal At Taturk, Turki telah menghilangkan simbol-simbol Islam dan lebih memilih berkiblat ke Barat. Penggunaan huruf Arab diganti huruf Latin, poligami dilarang dan wanita diberi kebebasan yang sama dengan pria yang disertai larangan berjilbab. Singkatnya, penggunaan semua simbol-simbol Islam dilarang.
Ketentuan-ketentuan baru ini dimplementasikan melalui dikeluarkannya serangkaian kebijakan dan hukum antara tahun 1922 dan 1935. Selain penghapusan sistem khilafah, diantara perubahan radikal lainnya adalah, penutupan sekolah-sekolah Islam tradisional (madrasah), dan pembubaran pengadilan agama, penghapusan Kementerian Urusan Agama dan Wakaf pada tahun 1924. Pada tahun-tahun berikutnya, rezim baru mulai membubarkan sejumlah tarikat, melarang ulama memakai fez dan turban (busana muslim, red), dan menghalangi perempuan untuk memakai kerudung.
Selanjutnyam pada tahun 1926, Hukum Pidana baru yang berdasarkan model Swiss mulai diadopsi. Pengadopsian ini menandai berakhirnya hubungan hukum negara dengan syariah sekaligus dimulainya pengenalan undang-undang pernikahan dan perceraian sipil. Pada tahun 1928, negara mulai mendeklarasikan diri sebagai negara sekuler, Islam tidak lagi dianggap sebagai agama resmi negara. Hari minggu ditetapkan sebagai libur mingguan resmi pada tahun 1935.
Kekhawatiran berakhirnya skulerisme Turki telah muncul sejak menggeliatnya partai berbasis Islam seperti Partai Refah dan AKP. Partai Refah tiba-tiba memenangkan Pemilu tahun 1995. Setelah partai Islam ini dibredel karena dianggap merongrong sekulerime Turki, AKP lahir dan memenangkan Pemlu kembali pada tahun 2002 dan 2007. AKP adalah perpanjangan dari Partai Islam Refah, sebab AKP didirikan dan dibesarkan oleh kader-kader Partai Refah yang dibubarkan itu termasuk Perdana Menteri recep Toyyip Erdogan.
Hasilnya, kader-kader AKP di Parlemen dengan leluasa mengambil keputusan berdasarkan misi partai. Lebih-lebih ketika AKP mampu menghantarkan Abdullah Gul sebagai Presiden. Buktinya, dalam kurun waktu kurang dari setahun, mereka telah mengeluarkan keputusan yang kontoversial dengan sekulerisme Turki, yaitu pencabutan larangan berjilbab.
Kembali Ke Kampus
Perempuan berjilbab di Turki akhirnya bisa menikmati dunia perguruan tinggi setelah dicabutnya larangan berjilbab di universitas. Diperbolehkannya mengenakan jilbab di perguruan tinggi membuat perempuan berjilbab kembali kampus.
Sebagaimana diketahui, sejak adanya larangan berjilbab di perguruan tinggi, banyak siswi yang baru lulus SLTA menolak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Bagi mahasiswi kaya, mereka biasanya meneruskan pendidikan tinggi di luar negeri. Namun, bagi mahasiswi miskin, mereka lebih memilih tinggal di rumah. Mereka lebih nyaman mempertahankan jilbabnya ketimbang belajar dengan kondisi rambut terurai.
Larangan berjilbab bagi mahasiswi diberlakukan sejak 1997. Saat itu terjadi perseteruan sengit antara pemerintah yang dikuasi Partai Refah (Partai Islam, red) dan militer sebagai benteng sekulerisme. Pihak militer mengancam akan menggulingkan pemerintah yang dianggap terlalu islami. Keputusan itu juga semakin memperkuat amandemen yang dibuat pada 1980 tentang pemisahan antara agama dan pemerintahan. (Mukhlis Hasyim)
(OPINI Indonesia/Edisi 99/Internasional)
16 Mei 2008
Turki Tampilkan Wajah Islam Kembali
Label: Berita dari Opini Indonesia