14 Juli 2008

Kembalikan Hak Asasi Petani

Jumlah petani hampir separuh dari populasi dunia, namun tetap menjadi komunitas yang terpinggirkan. Hak asasinya dirampas. Kini para petani kecil dari berbagai negara berkumpul di Jakarta untuk menarik prehatian dunia. Kembalikan Hak Asasi Petani

Sistem pangan global bergantung sepenuhnya kepada para petani. Tetapi keberadaan mereka tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, jumlah mereka hampir separuh populasi dunia. Sebaliknya, mereka kerap terusir dari tanah mereka hanya untuk perkebunan besar, infrastruktur dan industri, perumahan dan proyek komersial. Petani telah kehilangan hak asainya. Demikian dikatakan Koordinator Umum La Via Campesina, Henry Saragih, Anggota Komite Koordinator Internasional La Via Campesina asal Basque Country, Paul Nicholson, dan Koordinator Umum CONAMUCA (Konfederasi Nasional Perempuan Pedesaan) asal Republik Dominika, Juana Mercedes, dalam siaran persnya.

Menurut mereka, selain atas hak tanah, para petani juga kehilangan akses untuk berkembang. Kebijakan perdagangan memaksa liberalisasi lebih lanjut atas pasar pangan. Sebagai akibatnya, barang-barang import membanjiri pasar domestik. Dicontohkan, kebijakan perdagangan bebas di Meksiko telah menyebabkan membanjirnya jagung impor murah dari Amerika Serikat. Petani lokal tidak mampu untuk berkompetisi terpaksa kehilangan sumber penghidupan mereka. Sementara di Brasil diperkirakan, 4.340 keluarga telah terusir dari lahan mereka oleh perusahaan swasta.

Oleh karena itu, keberadaan organisasi petani ini bertujuan untuk membela hak-hak petani, akses terhadap tanah, air dan benih. Maka, Sekitar 1000 orang petani kecil dari 25 negara dan 12 propinsi di Indonesia berkumpul di Jakarta untuk mengklaim hak untuk bertani di tanah mereka, melalui International Conference on Peasant Rights atau Konferensi Hak Asasi Petani, di Gedung YTKI, Jl. Gatot Subroto, Jakarta (21-25/6).

Petani dan aliansi mereka bertemu dalam konferensi internasional di Jakarta yang menyampaikan situasi di negara mereka dan membangun kekuatan untuk mendapat pengakuan dan penegakan hak-hak mereka. Via Campesina ini meminta PBB untuk menetapkan kerangka kerja hukum internasional untuk mengakui Hak Asasi Petani. ”Via Campesina membutuhkan tangggung jawab dan komitmen masing-masing negara dan lembaga internasional untuk melaksanakan hak-hak asasi petani kecil, dengan mendukung pertanian keluarga berkelanjutan, pembaruan agraria dan mempromosikan pasar lokal,” kata Henry Saragih..

Henry menambahkan, krisis pangan dan lingkungan saat ini merupakan hasil dari kontrol rantai pangan dan pertanian yang sangat luas oleh perusahaan-perusahaan transnasional dan liberalisasi pasar. Hal ini merusak lingkungan, menggantikan pertanian keluarga dengan perkebunan pertanian skla besar. Pangan saat ini berada di tangan para investor dan spekulan. Seluruh kebijakan telah meninggalkan jutaan petani tanpa pendapatan yang layak dan populasi dunia dalam krisis pangan global.

Saat ini pemerintah harus memecahkkan krisis yang diciptakan. Mereka berpikir bahwa perdagangan bebas dapat mencukupi dan memberi makan dunia. ”Saatnya telah tiiba untuk mengubah kebijakan pertanian menuju produksi pangan skala kecil, kedaulatan pangan dan pasar lokal. Pangan tidak hanya menjadi isue bagi petani, ini merupakan keprihatinan bersama seluruh umat manusia,” kata Saragih.■Muchlis Hasyim

(OPINI Indonesia/Edisi 106/Internasional)