14 Juli 2008

Mencabut Larangan Berjilbab, AKP Dituntut Bubar

Gara-gara mencabut larangan berjilbab di perguruan tinggi, pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) terancam kudeta. AKP sebagai kendaraan politik para penguasa Turki saat ini tengah disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi Turki. Akankah partai politik Islam dibubarkan kembali?

Belajar dari pengalaman pahit partai politik Islam sebelumnya seperti Partai Salamah, Partai Refah dan Partai Fadhilah, maka akan terdapat kekhawatiran bahwa AKP juga akan mengalami nasib yang sama. Partai-partai politik Islam sebelum AKP itu tak pernah bertahan lama. Semuanya dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Turki. Ini adalah bagian dari upaya-upaya militer dalam membendung Islamisasi sebagai satu-satunya ancaman bagi sekularisme di Turki.

Setelah kembali menjadi pemenang pemlihan umum (Pemilu) 2007, AKP mulai menghadapi rintangan. Pemerintahan partai Islam ini tak semulus pasca kemengannya pada Pemilu 2002. Gejolak rivalitas Islam vs sekuler itu mulai terlihat pasca dominasi AKP di parlemen, lalu diikuti oleh naiknya perdana menteri Recep Toyyib Erdogan dan Presiden Abdullah Gul.

Mahkamah konstitusi (MK) Turki mulai menyidangkan AKP. Jaksa penuntut menyampaikan kepada mahkamah agar partai pimpinan PM Recep Toyyib Erdogan ini dibubarkan. Alasannya, AKP sebagai partai yang berbasis Islam merupakan ancaman bagi sekularisme Turki. AKP didakwa makar karena membawa misi Islam dengan memberlakukan hukum syariah.

Bermula dari keputusan pemerintahan AKP yang didukung mayoritas parlemen dari AKP untuk mencabut larangan berjilbab di perguruan tinggi. Di dalam persidangan, Jaksa meminta perdana menteri, presiden, dan 69 anggota partai dilarang aktif dalam politik. Bukti utama yang diajukan oleh jaksa adalah upaya pemerintah untuk mencabut larangan berjilbab bagi wanita di perguruan tinggi itu.

AKP dituding menjadi titik konsentrasi kegiatan anti-sekuler di Turki. "Risiko semakin meningkat setiap hari. "Bahayanya jelas dan nyata. Tidak ada cara lain untuk melindungi masyarakat selain menutup partai," kata petisi setebal 162 halaman yang diserahkan oleh Yalcinkaya kepada Mahkamah Konstitusi.

Kudeta Militer

Setidaknya telah terjadi tiga kali kudeta militer di Turki yaitu tahun 1960, 1970, dan 1980. Terakhir, sebuah kudeta yang disebut sebagai kudeta putih terjadi pada pemerintahan Perdana Menteri Necmattin Erbakan dari Partai Refah pada tahun 1997. Erbakan diberhentikan menjadi perdana menteri dan disusul pembubaran partai Refah pada tahun 1998.

Hal inilah yang nampaknya direncanakan kembali terhadap AKP. Selain penyidangan terhadap AKP, juga terindikasi ada rencana kudeta yang dilakukan alangan militer.

Pembubaran AKP dan kudeta terhadap pemerintahannya nampaknya telah direncanakan sedemikian rupa. Untung saja AKP bertindak lebih cepat. Pemerintah Turki menahan dua pensiunan jenderal, Hursit Tolon dan Sener Eruygur sebagai bagian penyelidikan atas tuduhan upaya kudeta terhadap pemerintah pimpinan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan itu. Keduanya adalah bagian dari 21 orang yang pada awal pekan ini dimintai keterangan terkait tuduhan rencana kudeta.

Hursit Tolon pernah menjadi kepala pasukan para militer dan Eruygur, mantan komandan angkatan darat, adalah mantan personel militer berpangkat tertinggi yang pernah ditahan. Sementara Eruygur juga pernah membantu mengorganisir serangkaian unjuk rasa menentang pemerintah tahun lalu. Bagaimana tidak, Ia juga merupakan ketua Kemalist Thought Association, sebuah organisasi bagi para pengikut setia pendiri republik sekuler Turki, Mustafa Kemal Ataturk

Menurut laporan kantor berita Turki, Anatolia, (6/7), untuk mempermudah penyelidikan maka kedua pensiunan militer tersebut ditahan di sebuah penjara di Istambul. ''Proses penyelidikan masih terus dilakukan. Namun belum ditetapkan kapan pengadilan atas keduanya dilakukan,'' tulis Anatoliadalam laporannya.

Sejumlah media yang dekat dengan pemerintah mengungkapkan, para tersangka itu termasuk Tolon dan Eruygur merencanakan serangkaian kegiatan, seperti unjuk rasa dan benturan fisik dengan polisi. Ini akan memberikan kesempatan bagi militer mengambil alih kekuasaan. (bs)Musim

(OPINI Indonesia/Edisi 108/Internasional)