14 Juli 2008

Pemimpin Negara G8 Bertemu Di Jepang

Sejumlah pemimpin negara-negara industri maju yang tergabung dalam Group of Eight (G8) bertemu di Hokaido, Jepang, 7-9 Juli . Mereka mulai berdatangan di Toyako, Hokaido, sejak Minggu, (6/7) dalam agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Pertemuan negara G8 ini nampaknya menarik perhatian.

Oleh karena itu, para pemimpin negara-negara ternama datang lebih awal seperti PM Jepang Yasuo Fukuda, Presiden Amerika Serikat George W Bush, PM Kanada Stephen Harper, PM Inggris Gordon Brown, PM Italia Silvio Berlusconi, dan Presiden Rusia Dmitry Medvedev. Mereka menginap di Hotel Windsor, yang juga menjadi tempat berlangsungnya KTT itu.

Sejak tiba di Toyako, Fukuda langsung memulai serangkaian pertemuan baik dengan Presiden AS Bush, maupun dengan PM Kanada Harper. Dalam pertemuan bilateralnya dengan AS, Fukuda dan Bush sepakat mengenai isu nuklir dan penculikan warga Jepang (oleh Korut), namun keduanya gagal mencapai konsensus dalam isu perubahan iklim, terutama dalam target pengurangan emisi gas (C02) hingga tahun 2050, yakni mengurangi setengah dari C02 yang ada saat ini hingga tahun 2050.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhyono baru tiba di Toyako pada Selasa (8/7) dan berdasarkan informasi dari Media Center, baru pada hari ketiga, Rabu (9/7), Presiden Indonesia itu diberi kesempatan dalam acara working lunch.

Jepang menempatkan Indonesia pada hari terakhir acara working lunch bersama Australia, Brazil, China, India, Mexico, Korsel dan Afrika Selatan, sesaat sebelum jumpa pers penutupan G8 dilakukan. Namun Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan Mexico sendiri sudah diberi kesempatan pada kegiatan working lunch sejak hari pertama, mengingat pentingnya posisi negara-negara tersebut.

Sementara itu, saat berbicara dalam KTT G8, Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon negara-negara agar menangani pembangunan, perubahan iklim dan harga pangan. Juga, harga minyak yang melambung juga menjadi agenda pertemuan.

Ban mengatakan, negara-negara kaya telah berjanji memperbesar bantuan asing dan harus menyediakan dana untuk memenuhi komitmen mereka. Pihaknya mengatakan kepada para wartawan bahwa kalangan pemerintah seyogyanya memenuhi investasi pertanian jangka panjang dan mencabut pembatasan ekspor ’khususnya untuk tujuan-tujuan kemanusiaan’.

Diwarnai Unjukrasa

Pertemuan istimewa para pemimpin negara itu tak lepas dari gerakan demonstrasi. Dua hari menjelang berlangsungnya KTT G8 yang diselenggarakan 7-9 Juli itu, sekitar 2.500 pengunjukrasa tumpah ruah di Sapporo, ibukota Hokkaido, (5/7). Mereka berasal dari berbagai LSM dan organisasi buruh dari Jepang. Sejumlah negara lainnya ikut terlibat dalam aksi yang menentang KTT G8 tersebut.

Dalam aksinya, para demonstran mendesak negara-negara G8 untuk memperbaiki taraf kehidupan buruh. Mereka juga meneriakkan slogan-slogan yang berisi kecaman mengenai dampak buruk yang diakibatkan negara-negara maju tersebut, seperti meluasnya kemiskinan dan terjadinya pemanasan global. Kalangan petani yang ikut berunjukrasa bahkan meneriakkan tudingan bahwa kaum petani tidak bakal bertahan dalam globalisasi ekonomi yang kini sedang menerjang dunia yang didorong oleh G8.

Oleh karena itu, aparat keamanan meningkatkan keamanannya dengan menerapkan siaga satu. Petugas kepolisian terlihat di jalan-jalan raya utama, pintu masuk dan keluar jalan tol, bandara, stasiun-stasiun bus dan kereta api, serta komplek pertokoan. Patroli mobil juga diintensifkan kegiatannya hingga ke sudut-sudut kota.

Tentu saja peristiwa London terulang kembali. Peristiwa pemboman pernah terjadi saat berlangsungnya KTT G8 di Inggris, tiga tahun lalu, yang menyerang London, meksipun lokasi KTT dan ibukota Inggris itu berjauhan. (ant)

(OPINI Indonesia/Edisi 108/Internasional)