14 Juli 2008

Tidak Akomodir Calon Perseorangan, Pilkada NTB Dinilai Cacat Hukum

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya memutuskan untuk tidak mengakomodir calon indevenden (perseorangan). Maka, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Propinsi NTB yang akan digelar Juli mendatang dinilai cacat hukum.

Meski penyelenggaraan Pilkada Propinsi NTB telah mendekati hari pencoblosan, namun masih terus menuai protes dari banyak kalangan. Protes keras disampaikan oleh para calon perseorangan yang tidak terakomodir dalam Pilkada langsung pertama di daerah Bumi Gora itu.

Mereka menilai Pilkada NTB cacat hukum karena melangar UU No. 12 tahun 2008 pasal 56 ayat (2). Hal ini dipertegas dengan dikeluarkannya surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada tanggal 7 Mei 2008. Surat edaran itu menyebutkan bahwa dengan diundangkannya UU nomor 12 tahun 2008 pada tanggal 28 April 2008 dalam lembaran negara tahun 2008 nomor 59 dan tambahan lembaran negara nomor 4844, maka calon perseorangan sudah dapat diakomodir dalam Pemilu Kepala Daerah dan wakil kepala daerah.

Persoalannya adalah, KPUD NTB masih menggunakan UU No. 32 Tahun 2004, mengingat proses persiapan penyelenggaran Pilkada telah dimulai sebelum UU nomor 12 tahun 2008 itu disahkan. Sebaliknya, menurut salah seorang calon indevenden, Muhammad Nasir, dalam penetapan calon, KPUD seharusnya sudah dapat menggunakan UU yang baru, sebab penetapan empat pasangan calon kepala daerah NTB dilakukan setelah UU yang baru itu dikeluarkan. ”Penetapan pasangan calon dilakukan pada tanggal 12 Mei, sementara UU No. 12/2008 itu telah disahkan tanggal 28 April. Artinya, calon inevenden sudah bisa bisa ikut dalam Pilkada. Kita harus menghitung sejak penetapan calon, bukan pendaftaran calon,” katanya kepada OPINI Indonesia saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta (24/6).

Ketua Organisasi Jihad Indonesia (OJI) ini berangkat ke Jakarta untuk meminta hearing dengan anggota Komisi II DPR RI terkait proses penjaringan calon pada Pilkada NTB itu. Namun, hingga hari tersebut Komisi II belum menjadwalkan. Selain hearing ke DPR RI, Nasir juga akan menindaklanjutinya dengan melakukan demonstrasi besar-besaran di Mataram. Pihaknya menuntut agar KPUD mencabut surat penetapan pendaftaran calon karena bertentangan dengan UU. ”Pada saat UU 12/2008 ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku,” kata Nasir, mengutif pasal 239A UU hasil revisi UU 32/2004 itu.

Muhammad Nasir adalah salah seorang dari tiga calon gubernur NTB yang lolos dalam konvensi 14 partai politik yang tergabung dalam Forum Partai Bersatu (FPB). Namun, Nasir bersama dua calon lainnya, masing-masing Lalu Sudarmadi (Miq Cuk) dan Lalu Kushardi Anggrat (Miq Adot) terpaksa kandas setelah tiga partai politik dari FPB menarik dukungan dan beralih mendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Nanang Samudra- Muhammad Jabir.

Beberapa waktu lalu, KPUD NTB juga kerap didatangi sejumlah massa, masing-masing dari Forum Partai Bersatu (FPB) dan Komnas Pilkada Independen (KPI), pimpinan Lalu Ranggalawe. Tuntuannya sama, meminta KPUD untuk mengakomodir calon perseorangan. Hal ini dilakukan setelah KPUD menetapkan empat pasangan calon tanpa dari unsur calon perseorangan, masing-masing pasangan Nanang Samodra-Muhammad Jabir (Naja), Zainul Majdi-Badrul Munir (Baru), Lalu Serinata-Husni Djibril (Serius), dan Zaini Arony-Nurdin Ranggabarani (Zanur).

(OPINI Indonesia/Edisi 106/Nasional)