04 November 2008

Pasang Surut Islam Politik di Turki

Oleh : Mukhlis Hasyim

Islam Politik nampaknya selalu mengalami pasang surut di Turki. Di saat Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mulai menguat sejak tahun 2002, partai berbasis Islam kembali terancam bubar. Mahkamah Konstitusi Turki kini tengah menyidangkan gugatan jaksa yang menuntut agar AKP dibubarkan dengan alasan mengancam keberlangsungan sekularisme. Perdana Menteri Recep Toyyib Erdogan dituduh makar terhadap negara yang dipimpinnya yang secara nyata berazaskan sekularisme.

Tuduhan itu terlontar setelah pemerintah di bawah rezim AKP mencabut peraturan larangan berjilbab di perguruan tinggi. Pada 23 Februari 2008 lalu, Presiden Abdullah Gul menandatangani perubahan konstitusi itu setelah parlemen yang didominasi AKP menyetujui amandemen. Padahal, larangan berjilbab adalah produk rezim sekuler sejak tahun 1997 dan menjadi salah satu simbol dari sekularisme Turki. Artinya, kebijakan AKP itu secara nyata telah melawan prinsip-prinsip sekularisme Kemalis.

AKP memang terlalu cepat mengeluarkan kebijakan yang kontroversial di kalangan sekuler, terutama masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai sekularisme Kemalis. Barangkali karena AKP terlalu optimis atas kemenangannya yang signifikan dalam Pemilu 2007, dimana AKP meraih 46,66 persen suara atau 341 kursi dari 550 kursi parlemen. Berbeda dengan kebijakannya pada periode 2002-2007 setelah AKP meraih kemenangan hanya 34.28 persen suara. Saat itu, AKP sama sekali tidak terlihat berseberangan dengan prinsip-prinsip sekularisme Kemalis melainkan lebih konsentrasi pada pembangunan ekonomi.

Kenyataannya, panatisme atas sekularisme yang ditanamkan oleh Musthafa Kemal Attaturk sekitar 72 tahun itu masih kuat, terutama dari kalangan militer. Atas nama pengawal sekularisme, militer selalu siap tampil di depan dalam menghalau potensi-potensi yang mengancam sekularisme Turki. Kekuatan politik yang selalu dianggap paling berbahaya adalah kekuatan Islam politik yang dipelopori oleh partai politik berbasis Islam seperti AKP.

Timbul Tenggelam

Partai politik berbasis Islam di Turki nampaknya hanya pandai menyerang tetapi tidak pintar bertahan. Beberapa kali partai-partai ini mengungguli Pemilu atau setidaknya meraih suara yang signifikan, namun akhirnya dengan mudah dibubarkan. Ini menunjukan kekuatan Islam politik masih terus mengalami pasang surut.

Pada tahun 1995, kalangan sekuler dibuat tercengang dengan kemenangan Partai Refah. Sungguh mengejutkan karena partai yang secara tegas diproklamirkan sebagai partai Islam, memenangkan Pemilu di negara sekuler. Partai Islam ini bahkan mampu mengantarkan pimpinannya, Necmattin Erbakan sebagai Perdana Menteri. Dialah perdana menteri pertama yang berasal dari partai Islam di Turki. Akan tetapi kekuasaan Partai Refah hanya bertahan 2 tahun. Pada bulan Juni 1997, Necmettin Erbakan diturunkan dari jabatannya dengan tuduhan membawa misi Islam. Jatuhnya pemerintahan PM Erbakan itu disusul dengan dibubarkannya partai yang dipimpinnya itu melalui keputusan Mahkamah Konstitusi Turki pada tanggal 11 Januari 1998.

Pembubaran partai bukan berarti menghilangkan kekuatan Islam politik. Sisa-sisa aktifis partai itu lalu membentuk Partai Fadihilah menyongsong Pemilu 1999. Akan tetapi, partai ini hanya mampu meraih urutan ke tiga dengan perolehan hanya 15.41 persen suara. Namun partai ini pun harus menerima kenyataan pahit yaitu dibubarkan pula dengan tuduhan yang sama, mengancam sekularisme dan membawa misi Islam.

Kekalahan dan pembubaran Partai Fadhilah menjadi kelemahan sekaligus menjadi kekuatan Islam politik berikutnya. Pasca kekalahan Partai Fadhilah, bekas pengurus Partai ini terpecah menjadi dua kelompok. Kalangan tua yang identik dengan faham Islam konservatif membentuk Partai Saadat. Dan kalangan muda yang memilih faham neoliberalisme membentuk AKP.

Pilihan pada faham neoliberalisme nampak lebih tepat mengingat rawannya Islam politik yang selalu berada dibawah bayang-bayang pengawasan militer. Itulah yang menyebabkan AKP dengan mudah meraih kemenangan pada Pemilu 2002, setahun sejak partai ini didirikan. Selain mengambil masa pemilih berbasis Islam, AKP juga mampu meraih simpati masyarakat sekuler yang tidak yakin dengan kemampuan partai-partai sekuler seperti CHP, dalam merubah sistem kehidupannya. Akhirnya, AKP dengan mulus menguasai parlemen dan kursi perdana menteri.

Kekuatan AKP semakin tak terbendung ketika mampu menunjukkan diri sebagai partai yang tidak anti sekuler, serta meningkatkan perekonomian Turki. Inilah yang menopang kemenangannya untuk kedua kalinya pada Pemilu 2007 dengan menguasai tiga unsur negara yang paling strategis yaitu parlemen, perdana menteri dan presiden. Hal inilah yang menjadi ancaman besar bagi kalangan militer yang khawatir dengan runtuhnya bangunan sekularisme Turki.

Akankah Islam politik akan mampu bertahan? Entahlah, tetapi yang jelas Islam politik akan terus mengalami pasang surut. Jika AKP tidak sampai dibubarkan, maka inilah awal dari kegemilangan Islam politik di Turki. Setidaknya, saat ini AKP telah mampu melakukan antisifasi dengan melakukan penangkapan terhadap mereka yang terindikasi akan melakukan kudeta. Pemerintah melalui kepolisian telah menangkap puluhan orang, dua diantaranya adalah jenderal purnawirawan.

Sebaliknya, jika terpaksa harus terjadi kudeta militer dan AKP dibubarkan, maka setidaknya AKP telah menampilkan sebuah dinamika politik yang simpatik. Artinya, kekuatan Islam politik sewaktu-waktu dapat muncul kembali, sehingga Islam politik tidak akan pernah mati di Turki, meskipun tidak pula mengalami kejayaan.


*)Sekretaris PB PMII dan
Mahasiswa Pascasarjana Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia